Senin, 27 Februari 2017

Penyakit Berbahaya bagi Juru dakwah

Fenomena berguguran, atau setidaknya melemahnya militansi dakwah Ilallah, adalah fenomena yang akan selalu ada disepanjang episode gerakan dakwah. Namun kiranya apa gerangan, rintangan-rintangan yang sering menjadi batu sandungan insan dakwah tersebut?.


Firman Allah ta’ala:

وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ

“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (QS 3/146).

Berdasar mafhum QS 3/146, batu sandungan bagi insan Dakwah adalah 3 penyakit berikut ini:

1. Penyakit Wahn (cinta dunia dan takut mati)

Wahn menurut Rasulullah adalah “hubbud Dunya wa karohiyatul maut” (cinta dunia dan takut mati). Tipologi wahn adalah manusia yang sangat terpesona oleh daya Tarik dunia dan tidak memiliki kekuatan untuk mi’raj, atau melawan daya Tarik tersebut dengan naik menuju pesona dan daya Tarik akhirat yang abadi. Atau manusia yang sangat khawatir dengan kematian, kerugian, tidak menguntungkan secara materil; dan kekhawatirannya tersebut telah mengepung seluruh ruang dalam rongga dadanya, sehingga sering sesak ketika menderita kerugian harta, waktu atau fisik materil lainnya di jalan dakwah.

Penyakit wahn membuahkan pikiran bahwa jalan dakwah ini tidak menguntungkan, sebab ukuranya selalu materil. Sedikit saja terkena musibah dalam jalan dakwah, kerap membuat ia terkapar merasa sangat merugi, yang pada akhirnya putus harapan. Dakwah menjadi kurang asik, bagi para pengidap penyakit wahn .

Penyakit wahn sumbernya adalah kurang mantapnya Iman (Ma’rifatullah), orientasi ukhrawi yang tipis dan wawasan sejarah islam yang lemah.


2. Penyakit Dha’ufuu (merasa lemah)

Dhaufuu (merasa lemah) adalah penyakit jiwa yang kehilangan gairah dalam berdakwah. Bisa jadi karena melihat keterbatasan diri dalam materil, ilmu, wawasan, koneksi, dan lain lain. Atau merasa lemah karena melihat ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan dakwah, yang begitu perkasa dibanding dirinya dan dibanding kelompok dakwahnya. Atau bisa juga melihat Musuh terlalu kuat dalam pandanganya.

Takut, malu, dan minder adalah perasaan yang mendominasi isi hatinya sehingga menjadi pengecut dan kehilangan gairah menjalani perintah Dakwah.

Penyakit Dhauufu ini, sumbernya adalah kurangnya Isti’anah (bersandar) pada kekuatan, kekuasaan dan kasih sayang Allah ta’ala. 

3. Penyakit Istikaan (pasif)

Istikaan adalah menjadi diam atau berhenti alias pasif. Biasanya karena melihat kondisi-kondisi yang kurang ideal dalam kelompok dakwahnya; atau benturan sesama insan dakwah; atau karena mengalami tanggung jawab yang bertambah sementara kualitas dan kapasitas diri tidak bertambah, sehingga menghasilkan problematika yang sulit ditemukan jalan keluarnya.

Kesel, sebel, kecewa, riweuh, capek dan lain lain adalah beberapa indikator dari penyakit istikan ini.

Penyakit Istikan sumbernya adalah kurangnya kedewasaan berjama’ah dalam kelompok dakwah. Kedewasaan berjama’ah adalah tasamuh (toleran), Ruhama (kasih sayang) terhadap sesama, ukhuwwah, atau terserang hasutan, gossip dan berita bohong yang melemahkan kebanggan dakwah dan berjama’ah dalam kelompok dakwahnya.

Oo-

Al-Qur’an surat Ali Imran (3) ayat 146 (secara mafhum mukhalafah), mengisyaratkan bahwa: penyakit-penyakit tersebut adalah penyakit berbahaya yang akan menyebabkan ia tidak bersemangat menyertai Rasul (pimpinan dakwah); menyebabkan ia tidak bergairah menjadi ribbiyuun (insan dakwah); dan pengecut untuk Qatala (memerangi musuh-musuh dakwah).

Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar, yang pantang menyerah, yaitu Insan dakwah yang: Pamaa Wahanu (tidak wahn), wamaa Dhaufuu (tidak merasa lemah), dan wamas takaanu (tidak istikan).

Semoga terhindar dari penyakit-penyakit berbahaya dan bisa mewabah tersebut, dan menjadi Insan dakwah yang Shabirun**** (wakariem)


Almukaromah, 27 Februari 2017

#cahayahikmah   #parapengabdi  #wakariem
Share:

Sabtu, 25 Februari 2017

Niat dalam Amal

Hadits Arbaien No.01.

ٍعَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits)
.

ASBABUL WURUD (SEBAB-SEBAB TURUNNYA) HADITS

Al-Imam at-Thabrâny ra meriwayatkan dalam kitab “Mu’jam Kabir” dengan sanad atau sandaran rawi hadis yang “Tsiqqôh”, dari sahabat Ibn Mas’ud ra. Berkata;

di kalangan kami terdapat seorang lelaki yang berniat menyunting seorang wanita yang bernama; Ummu Qais. Lalu wanita itu menolak untuk dipersuntingnya kecuali hingga datang saat Hijrah ke Madinah. Maka, hijrahlah lelaki itu, dan kemudian berhasil mempersuntingnya sesuai permintaan wanita yang bernama Ummu Qais itu. Lalu kami menjulukinya dengan; “Muhajir Ummu Qais”.

SESUNGGUHNYA AMAL ITU TERGANTUNG NIATNYA 
& SETIAP ORANG TERGANTUNG NIATNYA

Para sahabat berhijrah dari Makkah ke Yatsrib (Madinah), pekerjaannya sama, namun nilainya beda. Apa yang membedakan?. Tentu yang membedakan adalah niat-nya, ada yang niatnya adalah semata-mata menjalankan perintah Allah dan RasulNya; tetapi ada juga yang niatnya karena dunia atau karena mengejar wanita yang hendak dinikahinya, tentu nilainya disisi Allah menjadi beda. Perhatikanlah asbabul wurud hadits ini yang dikenal dengan peristiwa “Muhajir Ummu Qais”.

Bisa jadi; perbuatannya sama, capeknya sama, pengorbanannya sama, dan lain-lainya sama, tetapi yang membedakan adalah niatnya. Sehingga niat ini benar benar menentukan nilai amal, dan pada gilirannya menentukan kualitas seseorang.

Dimensi niat itu ada dua: (1) Niat kepada siapa amalannya itu ditujukan (QASDU) dan (2) Niat Amalan 

KEPADA SIAPA AMALAN ITU DITUJUKAN (QASDHU)

Niat yang benar adalah yang ditujukan kepada Allah Ta’ala, atau semata mata Ikhlash karena Allah. Firman Allah Ta’ala:

"Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." – (QS.98:5)

Rasulullah SAW bersabda :

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ

“Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal perbuatan kecuali yang murni dan hanya mengharap ridho Allah”. [HR. Abu Dawud dan Nasa’i]

Niat Ikhlash karena Allah adalah syarat amal itu diterima oleh Allah, berarti niat ikhlash sangat menentukan amal. Diterima atau ditolaknya amal, adalah tergantung keikhlashannya.

Bagaimana jika tidak ikhlash?, tentu merugi, perhatikan Hadits Nabi berikut ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ z قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ : إِنَّ اَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيْكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ ِلأَنْ يُقَالَ جَرِيْءٌ, فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ, وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأََ اْلقُرْآنَ فَأُُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيْكَ اْلقُرْآنَ, قَالَ:كَذَبْتَ, وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ وَقَرَأْتَ اْلقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِىءٌٌ ، فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ, وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ وَاَعْطَاهُ مِنْ اَصْْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: مَاتَرَكْتُ مِنْ سَبِيْلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيْهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيْهَا لَكَ, قَالَ: كَذَبْتَ ، وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيْلَ, ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ. رواه مسلم (1905) وغيره

Dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya : ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab : ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka. Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al Qur`an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya: ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab: ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, serta aku membaca al Qur`an hanyalah karena engkau.’ Allah berkata : ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca al Qur`an supaya dikatakan (sebagai) seorang qari’ (pembaca al Qur`an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka. Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya : ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab : ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’”

NIAT AMALAN

Niat amalan berfungsi 2: (1) tamyiz dan (2) Ta’yin

Tamyiz adalah pembeda antara ibadah atau kebiasaan, misalnya Mandi. Mandi merupakan kebiasaan, jika niatnya sekedar mendinginkan tubuh tetapi bernilai ibadah jika niatnya untuk menghilangkan hadats besar (mandi janabah). Atau misalnya menahan diri dari makan dan minum bisa bernilai kebiasaan jika niatnya untuk diet, tetapi bernilai ibadah jika niatnya puasa (shaum).

Ta’yin adalah pembeda jenis ibadah, misalnya shalat dua rakaat apakah niatnya shalat qabla subuh (rawatib) atau shalat Subuh (fardhu). Atau shalat 4 rakaat apakah shalat ashar atau shalat dzuhur, tergantung niatnya.

semoga bermanfaat. **** (wakariem)

Almukaromah, 25 Februari 2017.

edisi syarah (penjelasan) HADITS ARBAIEN (hadits 40)yang disusun oleh Imam Nawawi.
HADITS no 01
"NIAT dalam AMAL"
Share:

Rabu, 22 Februari 2017

Jual Beli membedakan harga Kontan dan Kredit

TANYA:

Saya pedagang, saya menentukan harga berbeda dalam cara pembayaran. Misalnya saya tawarkan barang "X" seharga 100 ribu jika kontan dan 300 ribu jika dikredit selama 3 bulan, misalnya. Bolehkah berjualbeli seperti itu, mengingat ada larangan menjual barang dengan dua harga?

JAWAB:

Mungkin yang dimaksud larangan menjual barang dengan dua harga adalah bersumber dari hadits nabi Muhammad SAW: 

مَنْ بَاعَ بَيْعَتَيْنِ فِى بَيْعَةٍ فَلَهُ أَوْكَسُهُمَا أَوِ الرِّبَا

Siapa yang melakukan 2 transaksi dalam satu transaksi maka dia hanya boleh mendapatkan kebalikannya (yang paling tidak menguntungkan) atau riba. (HR. Abu Daud 3463, Ibnu Hibban 4974 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِى بَيْعَةٍ

Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli. (HR. Ahmad 9834, Nasai 4649, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).


(1)

Sebagian ulama menjelaskan bahwa yang dilarang adalah penjualan yang tidak jelas tentang harga dan caranya. Misalnya ditawarkan dua cara transaksi (kontan atau kredit) dengan dua harga tersebut, dan terjadilah transaksi (barang sudah diambil) tetapi belum ada kesepakatan cara mana yang disepakati. Ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Turmudzi.

وقد فسر بعض أهل العلم قالوا بيعتين فى بيعة. أن يقول أبيعك هذا الثوب بنقد بعشرة وبنسيئة بعشرين ولا يفارقه على أحد البيعين فإذا فارقه على أحدهما فلا بأس إذا كانت العقدة على واحد منهما

Sebagian ulama menafsirkan, bahwa dua transaksi dalam satu akad, bentuknya, penjual menawarkan: “Baju ini aku jual ke anda, tunai 10 dirham, dan jika kredit 20 dirham. Sementara ketika mereka berpisah, belum menentukan harga mana yang dipilih. Jika mereka berpisah dan telah menentukan salah satu harga yang ditawarkan, dibolehkan, jika disepakati pada salah satu harga. (Jami’ at-Turmudzi, 5/137).

(2)

Sebagian ulama yang lainya menjelaskan bahwa yang dilarang dalam hadits tersebut adalah penjualan yang mengandung Riba yang samar. Misalnya terjadi transaksi dengan kredit Rp 300 ribu dibayar 3 kali setiap bulan. Ketika pembayaran cicilan terjadi kelambatan diterapkan bunga misalnya Rp. 50 ribu. Maka ini adalah dua harga yaitu 300 ribu atau lebih dengan tambahan denda (bunga) karena keterlambatan pembayaran.

(3)

Ibnul Qayyim dan lainnya menafsirkan, sebagaimana yang belau jelaskan dalam kitab I’lamul Muwaqqiin, bahwa makna hadits larangan dua jual beli dalam satu jual beli adalah larangan dari berjual beli dengan cara ‘inah.

Jual beli inah ialah seseorang menjual kepada orang lain suatu barang dengan pembayaran dihutang (kredit), kemudian seusai barang diserahkan, segera penjual membeli kembali barang tersebut dengan pembayaran kontan dan harga yang lebih murah.

(4)

Adapun yang saudara tanyakan menurut jumhur (mayoritas) ulama adalah tidak termasuk menjual barang dengan dua harga. Perbedaan harga kontan dan harga kredit adalah penentuan cara transaksi, jika sepakat pada salah satu cara transaksi adalah sebenarnya satu harga; satu harga dengan cara kontan dan satu harga dengan cara kredit.

hadits Abdullah bin Amr bin al-Ash: “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahku untuk mempersiapkan suatu pasukan, sedangkan kami tidak memiliki tunggangan dengan pembayaran tertunda hingga datang saatnya penarikan zakat. Maka Abdullah bin Amr (bin al-Ash) pun atas perintah Rasulullah SAW membeli setiap ekor unta dengan harga dua ekor unta yang akan dibayarkan ketika telah tiba saatnya penarikan zakat.” (HR. Ahmad 2/171, Abu Dawud: 3359)

dari hadits tersebut Rasulullah SAW membeli secara kredit dengan harga dua kali lipat jika beliau membeli secara kontan.

Syaikh Abdul Azis bin Baz berkata : "Jual beli kredit hukumnya boleh, dengan syarat bahwa lamanya masa angsuran serta jumlah angsuran diketahui dengan jelas saat aqad, sekalipun jual-beli kredit biasanya lebih mahal daripada jual-beli tunai." (Majmu' Fatawa Ibnu Baz)

Imam turmudzi, dalam jami' at turmudzi (5/137) juga membolehkan cara tersebut.

KESIMPULAN:

Sebagian besar Ulama membolehkan menjual barang dengan membedakan harga sesuai dengan cara dan tempo pembayaran. Misal saya jual barang ini seharga 100 ribu jika kontan dan 300 ribu jika dikredit selama 3 kali dalam 3 bulan.

Wallahu A'lam Bishowwab**** (wakariem)


Almukaromah, 23 Februari 2017.


























Share:

Responsif dalam menjawab Perintah Allah

Setelah Rasulullah SAW dan para sahabat hijrah ke Yatsrib (Madinah), turunlah perintah kepada para wanita Islam untuk mengulurkan Jilbab-nya hingga menutupi dada-dadanya (QS Al-Ahzab (33) ayat 59).
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang”. (QS Al-Ahzab (33) ayat 59).
Memang sudah menjadi kebiasaan pada zaman Nabi dahulu, para wanita (termasuk muslimah) memakai busana dan kerudung, tetapi kadang tidak menutupi leher dan dada-dada mereka. Setelah turun QS Al-Ahzab (33) ayat 59 ini maka pengenaan busana seperti itu, kini terlarang.
Ada pemandangan yang menakjubkan dalam hal loyalitas terhadap aturan Islam, yaitu para wanita Muhajir.
11439_100352226659249_100000534154072_8652_5243877_nAisyah ra meriwayatkan : ” Semoga Allah merahmati para wanita muhajir yang awal ( dari Mekah ke Madinah) ketika Allah merunkan wahyu “… Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung mereka ke dada-dada mereka …”, lalu mereka menggunting kain-kain tebal mereka ,lalu mereka berkerudung dengannya.” ( Abu Daud )
Wanita Muhajir adalah wanita wanita Islam yang Hijrah dari Makkah ke Madinah. Mereka dapat dengan segera melaksanakan perintah tersebut tanpa terpenjara oleh kebiasaan atau terpasung oleh keengganan.
Begitu responsif mereka dalam menunaikan perintah dan mematuhi aturan Islam yang diberlakukan. Sampai sampai mereka rela merobek tirai tirai tebal rumahnya untuk dibuat Jilbab hingga menutupi leher dan dada mereka. Tidak menunggu nunggu, tidak menunda nunda, tidak banyak pertimbangan duniawi.
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya lah kamu akan dikumpulkan. (QS Al-Anfal (8) ayat 24)
Kenapa mereka begitu responsif menyambut perintah Allah dan rasulnya?. Tentu karena pembinaan awal selama di Makkah, dimana mereka digemleng dengan Aqidah Islam. Sehingga melahirkan keimanan yang tangguh, yang pada gilirannya membuat kesiapan totalitas dalam mengabdi.
Oo-
Resfonsifnya wanita Muhajir itu mengundang kecemburuan Wanita Anshar. Wanita Anshar adalah kaum wanita penduduk yatsrib yang menolong kaum Muhajir.
Tetapi setelah mereka mengetahui rahasia dibalik kecekatannya wanita Muhajir dalam melaksanakan perintah adalah terbenamnya AQIDAH ISLAM hasil pembinaan (ta’lim) Aqidah selama di Makkah, maka mereka menuntut kepada Rasulullah SAW agar disediakan waktu Khusus bagi mereka mengkaji Ilmu (Aqidah).
Peristiwa ini membuat Aisyah RA kini menjadi kagum kepada wanita Anshar. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha memuji para wanita kaum ‘Anshar dengan ucapan beliau:

” رحم الله نساء الأنصار ، لم يمنعهن الحياء أن يتفقهن في الدين “
”Semoga Allah merahmati (mengasihi) wanita-wanita kaum Anshar, rasa (sifat) malu tidak menghalangi mereka untuk mempelajari ilmu agama” (HR. Imam Muslim dalam Shahihnya)
bagaimana sobat dengan kita? **** (waiman)

Almukaromah, 22 februari 2017
Share:

MUNAFIQ

MUNAFIQ: Secara bahasa berarti “menampakan sesuatu yang bertentangan dengan batinnya”. Adapun menurut Al-Qur’an orang munafiq adalah “orang yang bersyahadat (masuk islam), tetapi syahadat (sumpahnya) itu hanya sebagai tameng agar bisa bebas menghalangi manusia dari jalan Allah atau bebas menghancurkan islam dari dalam” . Sederhananya adalah orang yang pura-pura masuk islam dengan tujuan untuk merusak islam dari dalam [QS 63 : 1-3]

Secara dzahir dia adalah ummat islam, karena menyatakan keimanannya dengan lisan (bersyahadat), tetapi hakikatnya adalah tidak beriman alias KAFIR. Firman Allah:  “Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian,” pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.”  [QS 2:8]. Mereka adalah DURI DALAM DAGING.Mereka memiliki “Hidden agenda” (misi terselubung), yaitu “memadamkan cahaya Allah” (QS 9:32, 61:8).

Adalah musuh ummat islam yang berusaha menginfiltrasi barisan ummat islam. Semacam intelejen musuh; yang setelah berhasil menginfiltrasi, mereka melakukan propaganda negative, untuk merusak persatuan atau menyebarkan faham-faham sesat didalam masyarakat islam.

Ooo

Dalam lintasan sejarah kita ingat bagaimana kaum munafiqin ini berhasil menghembuskan cerita dusta (haditsul ifki). Cerita dusta bahwa Aisyah RA ‘bermain api’ dengan Shafwan Bin Muathal.

Dengan menggunakan berbagai media, mereka berhasil membuat opini public yang secara massif mempercayai cerita tersebut. Rumah tangga Rasulullah menjadi hancur diterpa berita tak sedap itu. Aisyah sakit selama sebulan, dan Muhammad SAW perlu menyelidiki kasus inipun sampai sebulan, hingga akhirnya ditemukan kebenaran bahwa Aisyah bersih dari tuduhan mereka. Turunlah QS 24:11-12, yang menyatakan bahwa Aisyah itu bersih dari tuduhan palsu tersebut.

Tujuan mereka tentu saja untuk melakukan “caracter assassination” (pembunuhan karakter) terhadap Muhammad sebagai pimpinan tertinggi Negara Islam. Untuk menghancurkan wibawa pimpinan.

Ooo

Mereka juga berhasil memanaskan suasana ketentraman Ummat Islam Kaum Aus dan Khazraz. Dua kabilah yang pernah bertahun-tahun berperang dan kemudian menjadi damai dibawah panji Islam. Perang mulut kedua kabilah ini terjadi dan hampir saja terjadi perang, namun berhasil kembali di damaikan dan diingatkan dengan QS 3:103-105 oleh Rasulullah SAW.

Suasana memanas ini tentu saja dikipas-kipas oleh munafiqin. Tujuan mereka tentu saja untuk merusak persatuan ummat Islam.

Oooo

Atau melakukan penetrasi dengan prestasi-prestasi yang memukau, tetapi setelah mencapai puncak kedudukannya melakukan kerusakan, yang daya rusaknya sangat dahsyat. Firman Allah SWT: “Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” (QS 63:4)

Ooo

Atau merekam dan mencari rahasia-rahasia ummat islam yang kemudian diserahkan kepada musuh. Firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. (QS 60:1)”

Ooo

Kepura-puraan kaum munafiqin tiada lain adalah sebagai modus untuk mengelabui ALLAH dan orang-orang yang beriman (QS 2:9), tetapi sebenarnya tidak ada yang berhasil mereka kelabui kecuali diri mereka sendiri. Allah tidak bisa dikelabui, karena Allah Maha Tahu, dan orang beriman juga tidak bisa dikelabui karena Allah telah memberi tahu tentang ciri-ciri mereka, hingga pada akhirnya kedok kemunafiqan mereka bakal terkuak. pasti. **** (waiman)
Share:

HATI dan Rayuan Syetan

Sabda Rasulullah SAW: “Ketahuilah bahwa dalam jasad ini ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik, maka akan menjadi baik semuanya, dan apabila segumpal daging itu jelek, maka akan jeleklah semuanya, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Hati dalam diri manusia menjadi raja (pemimpin), sementara, seluruh anggota badan lainya ibarat pasukan yang berada dibawah kendali dan instruksi sang Raja : “HATI”. Oleh karenanya dapatlah dipahami: “jika hati itu jelek maka akan jeleklah amalnya, sebaliknya, jika hati itu baik maka akan baiklah amal seseorang”, semua tergantung hatinya.

Hati dalam diri manusia dilapisi benteng yang kuat yaitu “shudur” (dada), tak ada makhluq [selain dirinya] yang sanggup menembus hati [qalbu]. Serangan dan rayuan syetan hanya sanggup menggedor “shudur” manusia (yuwaswisu fi shuduurin naas / QS 114: 5).

Ibarat kamar, Syetan hanya sanggup menakut nakuti [3:173, 9:13], mengajak [58:19], merayu [15:19], membuat janji-janji [14:22], dan membisikan kejahatan [114:5] kepada manusia diluar dinding kamar / Fi Shuduur. Semua tipuan dan rayuan syetan itu hanyalah suara nyaring diluar kamar. Tetapi, semua tergantung sang penghuni kamar (yaitu hati), apakah ia mau terayu dan terbujuk syetan, atau tidak?.

Syetan, tak pernah sanggup memaksa manusia untuk berbuat jahat, karena syetan hanya sanggup berteriak diluar kamar / fi shuduur. Oleh karena itu jika manusia sibuk dengan keTaqwaan dan senantiasa sabar (menahan diri) untuk tidak terbujuk syetan [3:120], maka “tipudaya” syetan itu adalah lemah [4:76].

Para pemimpin Jahiliyyah dan pengikutnya di yaumul akhir saling berlepas diri; karena para pemimpin jahiliyyah tidak pernah bisa memaksa [2:166-167], keputusan untuk mengikuti Thagut adalah keputusan hatinya sendiri. Karena keputusan sendiri, maka mereka tidak bisa menuntut tanggung jawab kepada para pemimpin mereka, yang ada hanyalah umpatan dan lontaran penyesalan kepada pemimpin mereka [10:88, 33:67].

Allah berfirman: Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu. Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka), dia mengutuk kawannya (yang menyesatkannya); sehingga apabila mereka masuk kemudian diantara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu: Ya Rabb kami, mereka telah menyesatkan kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka. Allah berfirman: Masing-masing mendapat (siksaan), yang berlipat ganda akan tetapi kamu tidak mengetahui. (QS. 7:38)

Didalam neraka terjadi perbantah-bantahan antara manusia dengan syetan. Manusia merasa karena ajakan syetanlah, ia bersalah / berdosa . Sementara syetan menyatakan : “saya hanya mengajak, tidak memaksa; hatimulah yang menentukan, mau ikut seruanku atau tidak?”. Syetan mengaku menyesatkan manusia, tetapi untuk tersesat atau tidak, hati manusialah yang menentukan. Oleh karena itu syetan berlepas diri dari manusia yg telah disesatkannya itu [28:63].

Oleh karena itu, baik dan buruknya manusia tergantung hatinya, atau karena hatinya, bukan karena syetan. Syetan hanya membujuk, keputusan “ya” atau “tidak” terhadap bujukannya adalah keputusan hatinya sendiri.

Syetan ada dua: [1] golongan manusia, [2] golongan jin.

Memang syetan dari golongan manusia ini bisa memenjarakan, mengusir bahkan membunuh manusia yang bertaqwa [8:30]. Tetapi siksaan mereka hanya sebatas fisik, dan ajakan mereka sebatas “shudur” (dada manusia).

Ayah dan Ibunya Amr Bin Yasir dibunuh dengan sadis oleh kafirin Bani Makhdum.
Giliran amr Bin Yasir, ia disiksa dan dipaksa murtad. Air, api, cemeti, tonjokan telah banyak mewarnai hari-hari amr bin Yasir. Sehingga pada suatu saat ia berucap “murtad”. Apakah Amr Bin Yasir telah Murtad???

Ternyata tidak; amr Bin Yasir hanya bersiasat (menipu kaum kafir) dengan ucapan murtadnya. Bersiasat agar ia lepas dari siksaan Kaum kafirin dan kembali bebas berjuang menegakan Islam bersama Rasulullah.

Siksaan syetan manusia pada Amr Bin Yasir hanya mengenai tubuhnya dan bujukannya hanya mencapai dadanya (shuduur). Hatinya tetap tentram dalam keimanan [16:106]. Ucapannya adalah terpaksa, darurat, dan hanya menipu kaum Kafiriin.

Hanya Allah yang sanggup membolak-balikan hati manusia, oleh karena itu; peliharalah hati dengan keimanan dan berdoalah kepada Allah agar ditetapkan dalam hati kita dalam Diin Allah dan dalam kebaikan **** (waiman)

Almukaromah 22 Februari 2017.
Share:

Minggu, 19 Februari 2017

Pertemanan Arena Dakwah

Manusia adalah makhluk sosial, ia pasti membutuhkan hubungan sosial termasuk berteman. Tetapi pertemanan juga memiliki dua sisi mata uang alias ber efek ganda, satu sisi bisa positif tetapi disisi lain bisa juga memberi pengaruh negatif. Perihal ini sudah di isyaratkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya: “Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).


Saling mempengaruhi menjadi sebuah keniscayaan dalam berteman, besar kecilnya pasti ada, Rasulullah SAW bersabda: “Teman yang saleh ibarat penjual minyak wangi. Bila dia tidak memberimu minyak wangi, kamu akan mencium keharumannya. Sedangkan kawan pendamping yang buruk ibarat tukang pandai besi. Bila kamu tidak terjilat apinya, kamu akan terkena asapnya.” (HR. Bukhari).

Teman sekolah, teman bisnis, teman main, teman kerja, itulah keniscayaan pertemanan. Dan dalam lingkungan pertemanan seperti inilah terjadi perbauran nilai dan budaya, bahkan mungkin pertarungan intelektual. Seorang muslim, hendaklah menjadikan pertemanan tersebut sebagai arena dakwah, yakni menebar dan menabur benih benih kebajikan serta mengajak mereka untuk berkeyakinan yang lurus dan berakhlak yang baik.

Arena dakwah ini dapat diibaratkan arena perang, sebab suasana saling mempengaruhi, sadar atau tidak, akan terjadi. Oleh karena itu masukilah ke arena tersebut dan siaplah mewarnai pertemanan dengan warna kebaikan, sebab jika tidak, justru cepat atau lambat, kita yang akan diwarnai dengan warna kejelekan.

Banyak terjadi seorang yang shaleh malah menjadi liberal, baik pemikirannya maupun perbuatannya, hanya karena berteman dengan orang yang liberal, tetapi sebaliknya bisa terjadi, jika kekuatan mewarnai pertemanan dengan kebaikan lebih dominan.

Luasnya pertemanan akan juga berarti luasnya arena dakwah, dan perlu bersabar dalam menjalaninya, sebab konsekwensi-konsekwensi dalam pertemanan akan dihadapi. Sabda Rasulullah SAW: “Seorang mukmin yang berbaur dengan manusia dan bersabar atas celaan mereka adalah lebih besar pahalanya dari pada orang mukmin yang tidak membaur dengan manusia dan tidak sabar atas celaan mereka.” Hajjaj menyebutkan, “Lebih baik dari pada orang mukmin yang tidak membaur dengan mereka.” (HR Ahmad).

Islam tidak mengajarkan ummatnya untuk mengisolasi diri dalam pergaulan, tetapi justru harus luas dalam bergaul. Akan tetapi pengaruh dalam pergaulan itu akan didapat baik yang positif maupun yang negatif. Jalan keluarnya; janganlah pasif menerima warna pengaruh dan dampak pergaulan, tetapi harus aktif mempengaruhi dengan pengaruh yang baik. Dan luasnya pergaulan akan berarti luasnya arena dakwah bagi seorang muslim.**** (waiman)

Almukaromah 20 Februari 2017
Share:

Hukum Memakai Sanggul

TANYA:


Bolehkah (seorang wanita) memakai sanggul rambut sebagai riasan diri karena menjadi pagar ayu dalam pernikahan saudara?

JAWAB:

Syariat islam melarang wanita menyambung rambutnya dengan rambut lagi, misalnya pakai wig atau sanggul rambut lain. Rasulullah bersabda:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ ، وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ »

Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, “Allah melaknat perempuan yang menyambung rambutnya dan perempuan yang meminta agar rambutnya disambung, perempuan yang mentato dan perempuan yang meminta agar ditato”(HR Bukhari no 5589).

Bahkan jikapun seorang wanita yang sakit hingga rontok rambutnya, tetap dilarang secara syar'i.

عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِى بَكْرٍ – رضى الله عنهما – أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَتْ إِنِّى أَنْكَحْتُ ابْنَتِى ، ثُمَّ أَصَابَهَا شَكْوَى فَتَمَرَّقَ رَأْسُهَا ، وَزَوْجُهَا يَسْتَحِثُّنِى بِهَا أَفَأَصِلُ رَأْسَهَا فَسَبَّ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ

Dari Asma’ binti Abi Bakr, ada seorang perempuan yang menghadap Rasulullah SAW lalu berkata, “Telah kunikahkan anak gadisku setelah itu dia sakit sehingga semua rambut kepalanya rontok dan suaminya memintaku segera mempertemukannya dengan anak gadisku, apakah aku boleh menyambung rambut kepalanya. Rasulullah lantas melaknat perempuan yang menyambung rambut dan perempuan yang meminta agar rambutnya disambung” (HR Bukhari no 5591 dan Muslim no 2122).

Memakai sanggul dengan rambut lain bukan hanya melanggar larangan "menyambung rambut" juga melanggar larangan "membuka aurat", dobel larangannya.
.

Adapun jika yang dimaksud bersanggul adalah menggulung-gulungkan dan mengatur rambutnya sendiri (tanpa disambung rambut lain) maka diperbolehkan secara umum. hal itupun dengan syarat: (1) rambutnya tetap tertutup karena bagian dari aurat dan (2) tidak membuat gulungan sanggul tinggi, yang ketika ditutup dengan khimar (kerudung) akan seperti punuk (benggol) unta. 

Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda : “Ada dua golongan penduduk neraka yang belum aku melihat keduanya: (1) Kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi untuk mencambuk manusia [maksudnya penguasa yang dzalim], (2) dan perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang, cenderung kepada kemaksiatan dan membuat orang lain juga cenderung kepada kemaksiatan. Kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang berlenggak-lenggok. Mereka tidak masuk surga dan tidak mencium bau wanginya. Padahal bau wangi surga itu tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian waktu [jarak jauh sekali]”. (HR. Muslim).**** (wakariem)

Almukaromah, 20 februari 2017
Share:

DoSa kecil BeruBaH menjadi BESAR

Sebagaimana sudah diketahui, bahwa dosa itu ada dua; dosa besar dan dosa kecil.

Dosa besar adalah perbuatan yang pelakunya diancam dengan ancaman yang keras, baik oleh Allah maupun Rasul-Nya atau yang diancam dengan had (sanksi) berat di dunia. Misalnya mencuri (korupsi), adalah termasuk dosa besar karena diancam dengan Had (hukuman) potong tangan. Atau meninggalkan shalat wajib, adalah termasuk dosa besar karena diancam dengan ancaman keras disamakan dengan orang kafir, dan lain sebagainya. Dan di antara dosa-dosa besar tersebut, Syirik adalah dosa terbesar.

Dosa kecil adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah atau Rasul-Nya walaupun tidak diikuti dengan ancaman keras atau sangsi (had) duniawi.

Walaupun demikian, menurut sebagian ulama, dosa-dosa kecil tersebut bisa berubah menjadi dosa besar jika:

1. Dilakukan terus-menerus

Rasulullah bersabda: “Tidak ada dosa besar jika dihapus dengan istighfar (meminta ampun pada Allah) dan tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus- menerus.” (HR. Baihaqi).

Hadits ini derajatnya lemah, tetapi maknanya dapat diterima, karena walaupun kecil jika dilakukan terus menerus maka akan menjadi besar pula adanya. Misalnya kesiangan shalat subuh. Sebenarnya tidak ada dosa bagi yang kesiangan shalat subuh, sebab waktu shalat orang yang ketiduran adalah saat ia terjaga. Akan tetapi, jika itu sering terjadi, berarti ada sisi kewaspadaan dan kesigapan yang kendor dalam menjalankan perintah Allah. Jika terjadi terus menerus menjadi kebiasaan, maka sungguh dikhawatirkan berubah menjadi dosa besar.

2. Menganggap remeh perbuatan keliru

Ibnu Mas’ud berkata: “Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosanya seakan-akan ia duduk di sebuah gunung dan khawatir gunung tersebut akan menimpanya. Sedangkan seorang yang fajir (yang gemar maksiat), ia akan melihat dosanya seperti seekor lalat yang lewat begitu saja di hadapan batang hidungnya.”

Misalnya seseorang yang melakukan kesalahan karena lupa atau khilap. Sebenarnya seorang yang melakukan kesalahan secara tidak sengaja tidak akan dicatat sebagai sebuah kesalahan, akan tetapi jika kesalahan tersebut dianggap remeh maka kesalahan tersebut akan berubah menjadi besar. Oleh karena itu seorang shaleh selalu berdo’a agar diampuni jika ia lupa atau tersalah secara tidak sengaja.

Rabbanaa Laa Tuakhidznaa In Nasiina Au Akhto’na”, itulah doa kita jika kita lupa dan terkhilaf, yang artinya: “Duhai Rabb kami, janganlah engkau siksa kami jika kami berbuat salah karena lupa atau terkhilap…”. Doa tersebut terdapat didalam QS. Al-Baqarah (2) ayat 286.

3. Menceritakan dosa masa lalu yang sudah ditutup Allah

Perbuatan dosa yang lalu yang sudah ditaubati dan sudah ditutup oleh Allah aibnya dari pandangan dan pengetahuan manusia, akan tetap menjadi dosa besar, jika ia menceritakan kembali kepada orang lain. kecuali jika manfaatnya besar dalam rangka menarik pelajaran, itupun adalah jalan terakhir. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang melakukan jahr (pamer). Di antara bentuk melakukan jahr adalah seseorang di malam hari melakukan maksiat, namun di pagi harinya –padahal telah Allah tutupi-, ia sendiri yang bercerita, “Wahai fulan, aku semalam telah melakukan maksiat ini dan itu.” Padahal semalam Allah telah tutupi maksiat yang ia lakukan, namun di pagi harinya ia sendiri yang membuka ‘aib-‘aibnya yang telah Allah tutup.” (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Merasa bangga dengan perbuatan dosa

Dosa adalah perbuatan yang memalukan dan wajib ditaubati, dan di antara syarat taubat adalah menyesal. Jika seseorang melakukan dosa kemudian dia ceritakan dosa tersebut kepada orang lain dengan bangga, maka hilanglah rasa penyesalannya, dan sirna rasa malunya. Firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (QS. 24:19).

Atau melakukan perbuatan dosa, walaupun kecil, jika dilakukan dengan bangga maka akan tertutup baginya jalan untuk bertaubat, oleh karena itu dosa tersebut akan berubah menjadi dosa besar.

5. Dilakukan oleh publik figur dengan terang-terangan

Dosa yang dilakukan oleh orang yang menjadi panutan, baik resmi maupun tidak resmi, berpeluang diikuti oleh orang lain. Misalnya pemimpin, ayah, kakak, guru, dan publik figur lainya. 

Jangankan perbuatan; gaya rambut, berpakaian cara bicara saja, sadar tidak sadar akan dilihat dan ditiru oleh orang lain. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang membuat dalam Islam tradisi yang buruk, maka dibebankan kepadanya dosa yang buruk itu dan dosa orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun” (HR. Muslim dan Ahmad)

Semoga bermanfaat dan menjadi waspada**** (waiman)

Almukaromah, 20 Februari 2017
Share:

Fungsi Busana Muslimah

Orang yang membangun rumah, tetapi atapnya bocor, temboknya runtuh, sehingga tidak memenuhi fungsi rumah yang semestinya; yaitu melindungi penghuninya dari panas matahari dan hujan. Biasanya jika orang melihat rumah dengan kondisinya seperti itu komentarnya: “ini mah bukan rumah, tapi kandang ayam!”. 

Begitu juga seorang wanita muslimah yang berbusana tetapi tidak memenuhi fungsi busana sebagaimana mestinya, sama dengan telanjang. Rasulullah menyebutnya dengan istilah “berpakaian tetapi telanjang”.

Fungsi pakaian didalam Al-Qur’an surat Al-A’raf (7) ayat 26 adalah: {1} Penutup Aurat, {2} Pelindung dan Penghias tubuh, dan {3} Busana ketaqwaan.

Penutup aurat.

Aurat adalah bagian tubuh yang harus ditutupi. Adapun aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Ini berdasar Hadis riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasululloh SAW dengan pakaian yang tipis, lantas Rasululloh SAW berpaling darinya dan berkata: ”Hai Asma, seseungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haid (akil baligh) maka tak ada yang layak terlihat kecuali ini,” sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan” (HR. Abu Daud dan Baihaqi).

Masih terkatagori membuka aurat jika busana yang dikenakan wanita muslimah itu berbahan tipis alias transparan dan atau ketat membentuk tubuh. Sebaliknya Al-Qur’an memberi petunjuk agar wanita muslimah memakai pakaian yang longgar dan tidak transparan atau yang dikenal dengan istilah JILBAB, lihat QS Al-Ahzab ayat 59.

Juga masih terkatagori membuka aurat jika wanita muslimah berkerudung tetapi leher atau dadanya terlihat tidak tertutupi, sebab seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan dua telapak tangan, lihat QS An-Nuur ayat 31.

Pelindung dan penghias tubuh.

Redaksi dalam QS Al-A’raf ayat 26 menyebut salah satu fungsi busana itu adalah “Riesyan”, yang secara bahasa arab adalah bulu burung. Maka sebagaimana bulu pada burung, fungsi busana itu harus menghiasi dan melindungi tubuh.

Busana yang dikenakan oleh seorang muslimah juga harus melindungi tubuh, baik dari panas ataupun dari dingin. Selain itu juga, menjadi busana yang memperindah atau menghiasi tubuh wanita muslimah. Allah itu Indah dan Dia menyukai yang Indah-indah.

Walaupun demikian Rasulullah mengingatkan agar pakaian penghias tubuh ini; Bukan untuk menarik perhatian laki-laki hidung belang, dengan warna atau stile yang menyolok. Rosulullah saw. bersabda : ”Siapa saja yang mengenakan pakaian yang membikin heboh di dunia, maka Allah akan memberinya pakaian yang menghinakan kelak di hari kiamat”. (HR Ahmad dan Abu Daud).

Hindari pakaian yang menyerupai laki-laki, karena; Rasulullah SAW melaknat wanita yang menyerupai laki-laki dan alaki-laki yang menyerupai wanita. (HR Abu Daud)

Bukan untuk membanggakan diri atau pamer kekayaan, Rosulullah saw. bersabda, : ”Seseorang yang berjalan dengan berpakaian secara sombong dimuka bumi ini maka Allah tidak akan melihatnya di hari pengadilan kelak” .(Bukhori, Muslim, Ahmad).

Busana Ketaqwaan

Walaupun sudah menutupi auratnya dan melindungi serta menghiasi tubuh, tetap saja belum cukup memenuhi fungsi pakaian menurut Allah, jika tidak berpakaian taqwa. Berbusana taqwa artinya, wanita Islam mesti memiliki jiwa taqwa. Yaitu jiwa yang taat kepada Allah dan Rasulnya. Sebab menjadi kurang bermakna jika wanita Islam yang lengkap berpakaian rapih, indah dan menutupi aurat tetapi , mata, telinga, mulut dan hatinya tidak dijaga dari perbuatan dosa.*** (waiman)

Almukaromah, 20 Februari 2017
Share:

Musa AS; Pembebas Rakyat Tertindas

“Kaum Musa berkata: "Kami Telah ditindas (oleh Fir'aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang. Musa menjawab: "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), Maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu” (QS Al-A’raf (7) ayat 129)

Bani Israel pada masa Ramses II (Fir'aun) benar-benar hidup dibawah penjajahan dan pemerasan. Kemiskinan, kebodohan, ketidak amanan, kelaparan dan pembunuhan menjadi berita sehari-hari yang menarik para jurnalis. 

Bani Israel dihisap darahnya dan diperas keringatnya tanpa penghargaan kemanusiaan dari Penguasa TIRANIK (THAGUTH) FIR'AUN. Qur'an menyebutkan bahwa Fir'aun telah bertindak amat dzalim dan bengis, menjadikan Bani Israel berpecah belah dan bahkan sampai menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuan mereka (QS 28/ 4)

Keadaan itu berlangsung terus, hingga Allah SWT memberikan KARUNIA-NYA kepada kaum Mustadzafien (tertindas) dengan mengutus Musa AS sebagai Imam (Pemimpin) rakyat tertindas agar terbebas dari segala bentuk penindasan manusia oleh manusia (QS 28/5)

Pemimpin yang membawa Bani Israel sebagai rakyat tertindas pada perjuangan untuk KEMERDEKAAN BANGSA, KEMERDEKAAN UMMAT bahkan hingga KEMERDEKAAN SEJATI. Kemerdekaan inilah yang sangat dikuatirkan oleh Fir'aun dan para elit penguasa Mesir saat itu (QS 28/6) 

Bangkit Pemuda Musa yang tercerahkan oleh hikmah dan ilmu (QS 28 / 14) yang tampil menonjok kekuasaan Fir'aun yang terkenal kuat. Walau demikian Musa muda mesti keluar Mesir (28/20-21) karena buron (28/ 18-19) ketika membantu seorang pemuda Bani Israel (samiri) dari kelaliman aparat kerajaan Fir'aun (Fatun) (QS 28 / 15).

Musa pergi (kabur) ke Madyan dan berguru kepada Nabi Syuaib selama 10 tahun (28/20-28). Setelah itu Musa comeback ke Mesir dengan satu misi "Membebaskan bani Israel dari penjajahan Fir'aun" dengan mengibarkan panji TAUHID(28/29-32). Musa dibekali Allah dengan wahyu / Huda (QS 28/37) dan juga Sulthan (kekuasaan) (QS 28/35) .

Mualailah Musa AS berdakwah kepada Fir'aun, terjadilah perdebatan sengit antara Musa AS dengan Fir'aun. Perdebatan yang menjadi headline media masa, walaupun akhir dari perdebatan itu adalah ancaman Fir'aun untuk memenjarakan Musa (QS 26/18-31). 

Ancaman untuk mengkerangkeng kebebasan berdakwah. Agar Musa AS tidak menyebarkan ide-ide perubahan dan perlawanan terhadap PENJAJAH FIR'AUN. Ancaman / teror penguasa karena tidak sanggup melawan wacana perubahan yang di usung oleh Musa As dan Harun AS.

Musa As juga harus menghadapi Tukang Sihir, yang kala itu adalah para penasehat kerajaan. Musa AS mengalahkan mereka dengan mukjizat (QS 26/32-51). 

Kekalahan tukang sihir Fir'aun tidak menyebabkan ia Taslim (takluk) kepada Musa AS. Sebaliknya Fir'aun menebar teror lebih serius untuk memotong tangan dan kaki siapapun yang mengikuti Musa AS tanpa izin (legalitas) darinya (QS 26/50).

Fir'aun kalap, dan Undang-undang yang dulu pernah di buatnya kini dieefektifkan kembali yaitu "BUNUH" setiap bayi laki-laki dari bani Israel dan hidupkan bayi perempuan mereka (QS 7/127). Aturan ini dulu berlaku ketika Musa masih bayi kini setelah Musa dewasa dan dipandang berpotensi melawan maka undang-undang ini dieefektifkan kembali.

Bayi laki-laki kali ini adalah istilah bagi segala potensi perlawanan, karena di ayat berikutnya (QS 7/128), dikisahkan seorang laki-laki dewasa yang menyembunyikan keimanannya terus berdakwah sir di Mesir. Menyembunyikan keimanannya karena takut ancaman bunuh walaupun secara biologis ia bukan "bayi". 

Dalam kisah lainnya justru yang dieksekusi oleh Fir'aun adalah st Masitoh. Seorang Wanita Dewasa yang bekerja di istana Fir'aun. Siti masitoh di hukum mati oleh Fir'aun karena jati dirinyua sebagai pengikut musa terbongkar. Bagi Fir'aun, "Masitoh" adalah "bayi laki laki" karena berpotensi melawan. 

Sebaliknya Qarun, seorang laki-laki dewasa Bani Israel malah dibiarkan hidup. Qarun dibiarkan hidup karena Qarun berdaptasi dengan kekuasaan dzalim Fir'aun, menjilat dan menyokong Fir'aun. bagi Fir'aun Qarun adalah "bayi perempuan", karena simbol penerimaan terhadap kekuasaannya.

Ancaman / teror negara kepada Musa AS (40/26), malah dibalas Musa dengan memproklamirkan kerajaan (negara) Islam secara terang-terangan (dakwah jahr)(QS 40/29).

Dengan kekuasaannya, Fir'aun mengendalikan opini publik dengan melakukan pembunuhan karakter Musa AS (QS Zukhruf 51-54). Musa di propagandakan sebagai orang gila, pemecah belah bangsa, perusak, pemberontak, sesat, teroris, miskin, haus kekuasaan dan lain-lain.

Menghadapi itu, Musa As tetap istiqomah dan terus berdakwah sebagai anti propaganda penguasa. Dan Musa juga berdo'a: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, Ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan {manusia} dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka dan kunci matilah hati mereka maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat seksaan yang pedih." 89~ Allah berfirman: "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sesekali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui." { Yunus : 88 sehingga 89 }

Perang antara Musa AS dengan Fir'aun terus berlanjut. Propaganda hitam penguasa dzalim terhadap aktor aktor risalah tidak berhenti, pendekatan persuassif yang dipimpin Bal'am Bin Baurah terus digalang, Tindakan repressif intimidasi juga terus berlaku. 

Allah kemudian menimpakan berbagai bencana sebagai adzab. Kemarau yang berkepanjangan yang menyebabkan Mesir mengalami krisis pangan (QS 7/131). Sementara itu, Media Masa penguasa terus mempropagandakan bahwa kesialan ini karena ulah Nabi Musa dan para pengikutnya (QS 7/132-133). Para pengikut Risalah ditangkap sebagai tersangka teroris. 

Sampai Allah mengadzab mereka dengan taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas (QS 7/134). Akhirnya mereka mati kutu dan membuat deal politik untuk membebaskan Musa dan pengikutnya dari kerangkeng penjara dan membiarkan Musa AS dan para pengikutnya pergi asal Musa ikut membantu menyelesaikan krisis nasional dan berdo'a kepada Allah agar dihilangkannya adzab (QS 7/134-135)

Maka mulailah Nabiyullah Musa dan para pengikutnya hijrah menuju PALESTINA. Ternyata Fir'aun memang PEMBOHONG. Bukannya Musa As dan pengikutnya dibiarkan pergi tetapi diburu dengan mengerahkan angkatan perang dengan jumlah besar. sampai Musa As tertahan dalam pelariannya ditepi laut merah. 

Berkatalah salah seorang dari sahabat Nabi Musa, bernama Yusha' bin Nun: "Wahai Musa, ke mana kami harus pergi?" Musuh berada di belakang kami sedang mengejar dan laut berada di depan kami yang tidak dapat dilintasi tanpa sampan. Apa yang harus kami perbuat untuk menyelamatkan diri dari kejaran Fir'aun dan kaumnya?"

Nabi Musa menjawab: "Janganlah kamu khuatir dan cemas, perjalanan kami telah diperintahkan oleh Allah kepadaku, dan Dialah yang akan memberi jalan keluar serta menyelamatkan kami dari cengkaman musuh yang zalim itu."

Situasi benar benar mencekam penuh ketakutan, sebagian dari pengikut Musa AS yang takut mati membelot dan mendukung Fir'aun. Disinilah KEIMANAN benar benar diuji. Disini FURQAN benar benar JAHR (nyata).

Mulailah angkatan perang kerajaan Fir'aun menyerbu Pasukan Musa AS. 

Mukjizat, pertolongan Allah turun. Laut terbelah dua menjadi jalan bagi pasukan Musa AS untuk menyebrang ketepian pantai disebrangnya. Fir'aun memerintahkan pasukannya terus menyerbu dan memburu pasukan Musa AS dengan melintasi laut yang telah terbelah. Tetapi saat pasukan Musa berhasil sampai ke tepian pantai sebrangnya dan ketika Fir'aun dan tentaranya ada ditengah jalan tersebut, maka laut menyatu kembali dan Fir'aun beserta seluruh kroni dan tentaranya habis mampus tenggelam (QS 20/77-79, 26/ 60-68, 10/90-92). TERBEBASLAH BANI ISRAEL dri Cengkraman penjajahan Kerajaan Fir'aun. 

- - - - - -
Sungguh Rasul diutus untuk membebaskan manusia dari penguasa dan masyarakat yang dzalim (29/31, 28/58-59, 17/16) dan sungguh masyarakat terus menerus ada dalam ketertindasan (didzalimi) jika tidak mau menerima dakwah Tauhid yang digemakan para Rasul (4/76). Disinilah tujuan Allah mengutus Rasul sebagai RAHMATAN LIL AALAMIN (QS 21/107)**** (waiman)

Almukaromah, 19 Februari 2017


Share:

Sabtu, 18 Februari 2017

Ragam hati

Hati ibarat raja, Raja dalam sistem diri manusia. Baik dan buruknya manusia sangat dipengaruhi oleh kualitas hatinya. Jika hatinya baik akan baik pula seluruh sistem dirinya, namun jika buruk, buruk pula sistem dirinya.


Berdasarkan petunjuk QS Al-Baqarah ayat 1-20, hati manusia itu terbagi kepada 3 macam kualitas hati. Pertama: Hati yang bersih (Qalbun salim), Kedua: Hati yang Mati (Qalbun Mayyit), Ketiga: hati yang berpenyakit (Qalbun Mariedl).


Qalbun Salim (Hati yang hidup dan sehat)

Qalbun Salim adalah kualitas hati yang hidup dan sehat (tidak berpenyakit hati). Qalbun salim ini milik orang yang beriman dan bertaqwa.

Pemilik Qalbun Salim pasti memiliki jiwa yang sensitif, mudah tergugah jika disebut’ nama Allah (QS. Al-Anfal ayat 2). Karena jiwanya yang sensitif jika disebut nama Allah inilah, yang menyebabkan dirinya ridha diatur dengan aturan dan undang undang Allah SWT, yaitu Al-Qur’an (QS Al-Baqarah ayat 2)

Karena jiwanya dipenuhi Cahaya terang Ilahi, maka jiwanya selalu penuh dengan cinta dan ma’rifat kepada Allah, Taqwa dan tawakkal dalam menempuh karya terbaiknya, optimis dalam menjalani hidup. Selalu syukur ketika mendapat nikmat, dan sabar dalam menerima musibah. Pandai mengatur waktu , husnudzhan kepada Allah dan lain-lainya.


Qalbun Mayyit (Hati yang Mati)

Qalbun Mayyitun adalah kualitas hati yang mati, kaku keras seperti batu. Sejatinya Qalbun Mayyitun ini dimiliki oleh orang kafir, tetapi bisa saja hinggap kepada kaum mukminin.

Pemilik Qalbun Mayyit ini telah dikunci mati hatinya oleh Allah. Sehingga sudah tidak sanggup lagi menerima peringatan-peringatan wahyu (QS Al-Baqarah ayat 6-7)

Qalbun mayyit ini telah membuat pemiliknya menjadi bebal, Dinasehati dengan Qur’an atau tidak tetap tidak berubah. Jiwanya sudah tidak takut lagi dengan peringatan Al-Qur’an dengan neraka dan tidak tertarik lagi dengan kabar gembira surga. Seringkali seruan Allah kepada mereka tidak membuat tergetar jiwanya, mereka kerap cuek dengan segala peringatan dan seruan Allah SWT, lihat juga QS Al-An’am ayat 25, dan QS Fushilat ayat 5.


Qalbun Mariedl (Hati yang Berpenyakit)

Qalbun Maridl adalah kualitas hati yang penuh penyakit. Sejatinya Qalbun Mariedl ini dimiliki oleh orang Munafiq, tetapi bisa saja hinggap kepada kaum mukminin.

Sifat sifat pemilik Qalbun Maridl ini diumpamakan Allah seperti dalam QS Al-Baqarah ayat 17.

Al-Qur’an (hukum Allah) diibaratkan api dikegelapan, sejatinya api itu akan menerangi jalan tetapi yang terjadi malah menerangi dirinya. Sebagai gambaran manusia yang tidak menerima hukum Ilahi secara murni dan konsekwen, ia hanya ingin menjalankan aturan ilahi (Qur’an) sebagian saja; yaitu yang kira kira dapat menerangi dirinya. Menjadikan Al-Qur’an hanya sebagai media mencari kekayaan dan popularitas atau bahkan kedudukan tinggi. Maka Allah menggambarkan bahwa api yang dinyalakan dikegelapan itu dipadamkan cahanya, kini tinggal sifat api yang akan membakar dan mengahnguskan si pemilik hati yang berpenyakit.

Sifat sifat pemilik Qalbun Maridl ini juga diumpamakan Allah seperti dalam QS Al-Baqarah ayat 18.

Air hujan yang sejatinya menyegarkan dan menumbuhkan tetapi malah menjadi hujan lebat yang menghancurkan dan membinasakan. Semua itu terjadi karena sipemilik hati yang berpenyakit tidak mau menerima keseluruhan hukum Allah dalam Al-Qur’an.

Diibaratkan dalam kelebatan hujan yang menggelapkan suasana ada suara petir dan cahaya kilat. Pemilik hati yang berpenyakit menjadikan Al-Qur’an sebagai objek penelitian bukan sumber petunjuk hidup. Ia meneliti mana yang menguntungkan seperti cahaya kilat dikegelapan dan mana yang merugikan seperti gelegar petir yang menakutkan. Jika cahaya kilat datang ia baru mau berjalan tapi jika gelegar petir yang menakutkan tiba ia tutup rapat-rapat telinganya.

Marilah perhatikan Firman Allah: “Apakah kamu beriman kepada sebagian dari Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (QS. Al-Baqarah (2) ayat 85)

Pemilik hati mariedl adalah tipe orang yang pragmatis oportunis. Mereka mau menerima Qur’an selama menguntungkan tujuan bisnis atau keserakahan politiknya, tidak menjalankan Qur’an secara murni dan konsekwen. Tidak mau menegakan hukum-hukum Al-Qur’an dalam segala aspek.****  (waiman)

Almukaromah, 19 Februari 2017
Share: