Sebagaimana sudah diketahui, bahwa dosa itu ada dua; dosa besar dan dosa kecil.
Dosa besar adalah perbuatan yang pelakunya diancam dengan ancaman yang keras, baik oleh Allah maupun Rasul-Nya atau yang diancam dengan had (sanksi) berat di dunia. Misalnya mencuri (korupsi), adalah termasuk dosa besar karena diancam dengan Had (hukuman) potong tangan. Atau meninggalkan shalat wajib, adalah termasuk dosa besar karena diancam dengan ancaman keras disamakan dengan orang kafir, dan lain sebagainya. Dan di antara dosa-dosa besar tersebut, Syirik adalah dosa terbesar.
Dosa kecil adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah atau Rasul-Nya walaupun tidak diikuti dengan ancaman keras atau sangsi (had) duniawi.
Walaupun demikian, menurut sebagian ulama, dosa-dosa kecil tersebut bisa berubah menjadi dosa besar jika:
1. Dilakukan terus-menerus
Rasulullah bersabda: “Tidak ada dosa besar jika dihapus dengan istighfar (meminta ampun pada Allah) dan tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus- menerus.” (HR. Baihaqi).
Hadits ini derajatnya lemah, tetapi maknanya dapat diterima, karena walaupun kecil jika dilakukan terus menerus maka akan menjadi besar pula adanya. Misalnya kesiangan shalat subuh. Sebenarnya tidak ada dosa bagi yang kesiangan shalat subuh, sebab waktu shalat orang yang ketiduran adalah saat ia terjaga. Akan tetapi, jika itu sering terjadi, berarti ada sisi kewaspadaan dan kesigapan yang kendor dalam menjalankan perintah Allah. Jika terjadi terus menerus menjadi kebiasaan, maka sungguh dikhawatirkan berubah menjadi dosa besar.
2. Menganggap remeh perbuatan keliru
Ibnu Mas’ud berkata: “Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosanya seakan-akan ia duduk di sebuah gunung dan khawatir gunung tersebut akan menimpanya. Sedangkan seorang yang fajir (yang gemar maksiat), ia akan melihat dosanya seperti seekor lalat yang lewat begitu saja di hadapan batang hidungnya.”
Misalnya seseorang yang melakukan kesalahan karena lupa atau khilap. Sebenarnya seorang yang melakukan kesalahan secara tidak sengaja tidak akan dicatat sebagai sebuah kesalahan, akan tetapi jika kesalahan tersebut dianggap remeh maka kesalahan tersebut akan berubah menjadi besar. Oleh karena itu seorang shaleh selalu berdo’a agar diampuni jika ia lupa atau tersalah secara tidak sengaja.
“Rabbanaa Laa Tuakhidznaa In Nasiina Au Akhto’na”, itulah doa kita jika kita lupa dan terkhilaf, yang artinya: “Duhai Rabb kami, janganlah engkau siksa kami jika kami berbuat salah karena lupa atau terkhilap…”. Doa tersebut terdapat didalam QS. Al-Baqarah (2) ayat 286.
3. Menceritakan dosa masa lalu yang sudah ditutup Allah
Perbuatan dosa yang lalu yang sudah ditaubati dan sudah ditutup oleh Allah aibnya dari pandangan dan pengetahuan manusia, akan tetap menjadi dosa besar, jika ia menceritakan kembali kepada orang lain. kecuali jika manfaatnya besar dalam rangka menarik pelajaran, itupun adalah jalan terakhir. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang melakukan jahr (pamer). Di antara bentuk melakukan jahr adalah seseorang di malam hari melakukan maksiat, namun di pagi harinya –padahal telah Allah tutupi-, ia sendiri yang bercerita, “Wahai fulan, aku semalam telah melakukan maksiat ini dan itu.” Padahal semalam Allah telah tutupi maksiat yang ia lakukan, namun di pagi harinya ia sendiri yang membuka ‘aib-‘aibnya yang telah Allah tutup.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Merasa bangga dengan perbuatan dosa
Dosa adalah perbuatan yang memalukan dan wajib ditaubati, dan di antara syarat taubat adalah menyesal. Jika seseorang melakukan dosa kemudian dia ceritakan dosa tersebut kepada orang lain dengan bangga, maka hilanglah rasa penyesalannya, dan sirna rasa malunya. Firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (QS. 24:19).
Atau melakukan perbuatan dosa, walaupun kecil, jika dilakukan dengan bangga maka akan tertutup baginya jalan untuk bertaubat, oleh karena itu dosa tersebut akan berubah menjadi dosa besar.
5. Dilakukan oleh publik figur dengan terang-terangan
Dosa yang dilakukan oleh orang yang menjadi panutan, baik resmi maupun tidak resmi, berpeluang diikuti oleh orang lain. Misalnya pemimpin, ayah, kakak, guru, dan publik figur lainya.
Jangankan perbuatan; gaya rambut, berpakaian cara bicara saja, sadar tidak sadar akan dilihat dan ditiru oleh orang lain. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang membuat dalam Islam tradisi yang buruk, maka dibebankan kepadanya dosa yang buruk itu dan dosa orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun” (HR. Muslim dan Ahmad)
Semoga bermanfaat dan menjadi waspada**** (waiman)
Almukaromah, 20 Februari 2017
0 komentar:
Posting Komentar