رَبَّنَا لَا تُزِغۡ قُلُوبَنَا بَعۡدَ إِذۡ هَدَيۡتَنَا
وَهَبۡ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحۡمَةًۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡوَهَّابُ
Rabbanaa Laa Tuzig Quluubanaa Ba’da Idz Hadaitanaa
Wahab Lanaa Min ladunka Rahmatan Innaka Antal Wahhab
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau palingkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah rahmat dari sisi-Mu kepada kami, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.”
Ini adalah sepenggal permohonan yang selalu dirapalkan hamba-hamba Allah yang khawatir nikmat terbesar yang diberikan Allah tercabut dari hatinya, yaitu nikmat hidayah keimanan dan keislaman. Permohonan ini terdapat di dalam QS. Ali Imran (3) ayat 8.
Qalbu yang dalam bahasa Indonesianya diartikan hati, memiliki dua pengertian: (1) pengertian fisik, dan (2) pengertian ruhani.
Dalam pengertian fisik, qalbu adalah segumpal daging atau organ yang sarat dengan otot yang fungsinya menghisap dan memompa darah, terletak di tengah dada agak miring ke kiri, ini identik dengan Jantung. Dalam pengertian fisik ini, maka pengertian Qalbu (hati) bersifat tangible alias dapat dilihat. Seperti yang disabdakan Nabi SAW.: “Di dalam tubuh itu ada segumpal daging; yang apabila ia baik, maka baiklah seluruh tubuh dan apabila ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh itu. Ketahuilah segumpal daging itu adalah hati.”
Sementara dalam pengertian ruhani, qalbu (hati) ini adalah potensi ruhani yang mengendalikan sikap dan tindak manusia. Hatilah yang memerintahkan anggota badan lahir seperti kaki, tangan, mata dan lainya. Hati juga yang memerintahkan fungsi-fungsi ruhani lainya seperti aqal dan juga nafsu. Dalam pengertian ruhani inilah, maka pengertian Qalbu (hati) bersifat intangible alias tidak dapat dilihat.
Hati (qalbu) dalam pengertian Ruhani ini tidak bersifat tetap, sering berubah ubah, dan itulah karakter hati. Kadang hati itu berada dalam keadaan hidup dan selamat dari penyakit hati (Qalbun Salim). Kadang terserang virus syahwat dan cinta dunia sehingga hati ada dalam keadaan sakit (Qalbun Mariedl). Bahkan kadang terserang oleh virus yang lebih berbahaya yaitu virus kemunafikan, syirik dan kufur, sehingga hati terkapar mati (Qalbun Mayyit).
Bolak baliknya hati ini, digambarkan oleh Rasulullah dalam sabdanya: “Bersegeralah beramal sebelum datangnya rangkaian fitnah seperti sepenggalan malam yang gelap gulita, seorang laki-laki di waktu pagi mukmin dan di waktu sore telah kafir, dan di waktu sore beriman dan pagi menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan kesenangan dunia.” (HR. Ahmad)
Karakter hati yang kerap bolak balik ini, tidak akan ada yang bisa menjinakkannya, kecuali Dzat Muqalibal Qalbu (pembolak balik hati), yaitu Allah SWT. Oleh karena itu para pengabdi yang shaleh, yang benar-benar memahami karakter hati ini akan memohon kepada Allah, agar ditetapkan hatinya dalam keadaan Qalbun Salim (Hati yang Hidup dan selamat dari penyakit hati).
Selain dalam Al-Qur’an, ada juga do’a untuk memohon ketetapan hati ini yang bersumber dari hadits Rasulullah SAW riwayat Tirmidzi R.A., yang berbunyi: “Yaa Muqallibal Quluubi, Tsabbit Qalbi ‘alaa Diinika”, artinya : “Duhai Dzat yang membolak balikan hati, tetapkanlah hatiku pada Dien (agama) mu”. (HR. Tirmidzi, Ahmad dan Hakim).
Hati yang hidup karena dihidupkan oleh Hidayah dari Allah yaitu Tauhid, akan membuahkan ma’rifah, cinta, ridha, ikhlash, khusyu dalam beribadah. Hati yang selamat dan bersih dari pengaruh virus–virus hati berupa syahwat dan cinta dunia akan menghambat bahkan menghalangi tumbuhnya penyakit-penyakit hati seperti hasad, riya, ujub, takabbur dan lain-lain. Hati yang hidup dan terbebas dari penyakit hati inilah yang sering diistilahkan dengan Qalbun Salim. Ini pulalah hati yang ingin ditetapkan oleh Allah dalam diri-diri setiap para pengabdi.
Wallahu A’lam Bishowab
(waiman at almukaromah, 13 April 2017)
0 komentar:
Posting Komentar