VIRUS
DARI KOMUNIS BELANDA
Adalah
seorang sosialis (komunis) Belanda bernama Hendricus Josephus Fransiscus Marie
Sneevliet, pada tahun 1913, diyakini sebagai pembawa virus komunisme di
Indonesia. HJM Sneevliet kemudian mendirikan sebuah organisasi sosialis yang
bernama ISDV (Indische Sociaal-democratische Vereeniging), di
Semarang pada bulan Mei 1914.
.
Pada
mulanya ISDV beranggotakan orang-orang Eropa, namun disadari olehnya, pada
akhirnya ISDV secara organisasi sulit berkembang. Mulailah HJM Sneevliet
menggarap orang-orang pribumi. Hal ini dilakukan ketika pada tahun 1916, H.J.M.
Sneevliet aktif dalam Vereniging Spoor en
Tramweg-Personeel (VSTP) atau Sarekat Buruh
Kereta Api dan Trem. Dari organisasi ini dibinalah Samaoen,
seorang buruh kereta api pindahan dari Surabaya yang baru berusia 17
tahun (lahir 1899 M), sebagai kader. Selanjutnya pada tahun 1916, Darsono
(lahir 1897 M) usia 19 tahun, Alimin Prawirodirdjo (1889 – 1964) usia 27 tahun,
dan Tan Malaka (1897 – 1949 M) usia 19 tahun, menjadi kader ISDV dan VSTP.
.
Samaoen,
Alimin dan Darsono adalah murid HOS Cokroaminoto yang berhaluan Islam, bahkan
Samaoen menduduki ketua Cabang Sarekat Islam (SI) Semarang. Mereka direkrut dan
dikader menjadi aktifis komunis di bawah HJM Sneevliet.
Apa yang dilakukan oleh HJM
Sneevliet terhadap ketiga kader SI cabang Semarang pada intinya adalah taktik
infiltrasi ke dalam tubuh Sarekat Islam yang saat itu tumbuh menjadi organisasi
rakyat yang besar memiliki ratusan ribu anggota dan juga sangat disegani. Tidak
hanya di Sarekat Islam, Sneevliet juga menginfiltrasikan anggota ISDV Mr.
Brandstender ke dalam serdadu Angkatan Laut Belanda dan Ir. Adolf Baars ke
kalangan pegawai negeri berkebangsaan Belanda.
Pada Tahun 1917 golongan Komunis
muda berhasil melaksanakan revolusi di Rusia. Peristiwa ini kemudian
dimanfaatkan secara maksimal oleh Sneevliet yang dengan terang-terangan menyerukan
agar penganut Marxisme (komunisme) di Indonesia mengikuti Rusia.
Ketika Sneevliet ditarik ke Belanda
pada tahun 1918, Samaoen menggantikannya menjadi ketua ISDV. Dengan
kedudukannya sebagai ketua ISDV, Samaoen merasa sejajar dengan para ketua SI di
CSI (Central Sarekat Islam).
Dalam Kongres
Nasional Central Sjarikat Islam keempat (1919), kelompok
kader ISDV mulai berani menyerang pimpinan CSI: HOS Cokroaminoto, Abdoel Moeis,
Agoes Salim dan Soerjopranoto. Mereka berusaha mengganti ideologi Islam dengan
Marxist. Golongan Komunis di dalam Sarekat Islam melalui Darsono menyatakan
ketidak-percayaan terhadap kepemimpinan Cokroaminoto, terutama mengenai
persoalan keuangan. Sehingga SI terpecah kepada dua: SI Putih (idiologi Islam)
dipimpin oleh HOS Cokroaminoto dan SI Merah (idiologi Komunis) dipimpin oleh
Samaoen.
Keterangan
Abu Hanifah: “Tetapi beberapa cabang telah
amat terpengaruh oleh kader radikal sosialisme, yang sebenarnya ialah marxis,
leninis atau komunis. Fraksi radikal sosialisme dipimpin oleh Samaoen. Keadaan
politik bertambah keruh. Pemerintah Belanda menahan Sneevliet dan dibuang
keluar Indonesia. Ia berangkat ke Moskow tahun 1918. Dalam kongres IV Sarekat
Islam, timbul perpecahan secara terang-terangan (tahun 1919)”.
Lenin
(Komunis Rusia) menggariskan bahwa untuk tercapainya Revolusi Dunia, hendaknya didirikan Partai Komunis
di tiap-tiap negara. Sebagai tanggapan atas penggarisan Lenin tersebut, dalam
Kongres ISDV VII pada tanggal 23 Mei 1920 di kantor SI Semarang diusulkan oleh
Adolf Baars agar ISDV diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia Belanda
(PKH) sebagai bagian dari jaringan Komunis Internasional. Setelah melalui
perdebatan sengit, akhirnya ISDV dirubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia
Belanda (PKH), dengan ketua Semaun. Adolf Baars berkomentar: “hanya dengan diktator proletariat, satu-satunya cara untuk
membangun masyarakat sosialis”.
Dalam
kongres PKH di Semarang (24 Desember 1920),
diambil keputusan akan memasukkan PKH ke dalam Comintern (Communits
International), yang merupakan forum dan pusat eksekutif bagi partai-partai
Komunis seluruh dunia. Putusan diambil akan menyertai Internationale ketiga di Moskow (Rusia).
Kongres
SI ke-enam diadakan di Surabaya (6-11 Oktober 1921),
dan disetujui adanya disiplin partai. Partai SI memberlakukan peraturan partai
yang baru, yang tidak lagi memperbolehkan adanya keanggotaan yang ganda.
Sebagai akibat dilaksanakannya disiplin partai, maka Samaoen, Darsono dan
kawan-kawannya dikeluarkan dari SI. Dan kini secara terbuka Islam dan Komunisme
saling berhadapan, saling menolak dan saling menyerang. Dengan adanya disiplin
partai ini selamatlah SI dari infiltrasi Komunis, dan Komunis dapat dihalau
dari tubuh Sarekat Islam beserta faham fahamnya.
Kongres
PKH di Semarang (24-25 Desember 1921), PKH adalah
sama sekali bersifat Komunis. Dengan terus terang mereka itu mengakui bahwa
pemimpin-pemimpin Soviet yang besar (seperti Lenin dan Trotsky) sebagai
pahlawan-pahlawannya. Kongres itu dipimpin oleh Tan Malaka, karena ketuanya
Samaoen dan wakil ketua Darsono sudah berangkat ke luar negeri dalam bulan
Oktober 1921 untuk merapatkan perhubungan dengan Moskow. PKH dirubah namanya
oleh Samaoen menjadi PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tanggal 27
Juni 1924. Dan PKI merupakan bagian dari jaringan komunis Internasional yang
berporos kepada Rusia.
PEMBERONTAKAN 1926.
Lahan subur bagi PKI tercipta,
dimana krisis ekonomi melanda dunia pada tahun 1920. Prinsip
pertentangan kelas yang dianut PKI mendapatkan basisnya di tengah-tengah
kemiskinan masyarakat. Dalam propaganda politiknya, ideologi komunis menempatkan
kaum proletar (masyarakat miskin dan kaum buruh) serta masalah yang menimpa
kelas tersebut sebagai isu utama perjuangan. Dalam kondisi krisis tersebut, PKI
berhasil menggalang massa untuk melakukan tindakan-tindakan radikal
revolusioner. Pemogokan-pemogokan pegawai pegadaian pada tahun 1922, pemogokan
buruh kereta api pada tahun 1923 merupakan aksi PKI untuk menghadapi krisis
tersebut. Titik kulminasi dari radikalisme ini tercapai pada pemberontakan
komunis pada tahun 1926 di Jakarta, disusul dengan tindakan-tindakan kekerasan
di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tan Malaka dianggap penyebab kegagalan
pemberontakan 1926. Ia merupakan tokoh PKI (anggoga Komintern), yang menolak
pemberontakan pada 1926-1927. Sebelumnya, ia mendapat
informasi soal rencana pemberontakan dari Alimin di Manila, Filipina.
Tan
Malaka memandang menolak keputusan kelompok Prambanan (Samaoen, Alimin, Darsono
dan Muso) pada tanggal 25 Desember 1925 yang merencanakan pemberontakan 1926
yang diawali dengan aksi-aksi illegal. Menurut Tan Malaka PKI belum siap. Dari
tempat persembunyiannya di Singapura, ia bahkan telah menulis pandangannya
lewat sebuah risalah bertajuk Massa-Actie (1926,
terbit ulang 1947). Dalam buku kecil itu ia menampik rencana kelompok Prambanan
seraya menyimpulkan bahwa rencana pemberontakan itu merupakan tindakan blunder
yang bisa menjadi bumerang terhadap partai sendiri, bahkan juga terhadap semua
partai nasionalis.
Akibatnya Tan Malaka keluar dari PKI
dan mendirikan Partai Republik Indonesia (PARI) di perantauan Bangkok pada
1927. PARI tenggelam sendiri dan pada tahun 1947 ia mendirikan Partai MURBA
(Musyawarah Untuk Orang Banyak). Sikap Tan Malaka ini bukan hanya karena sudah
tidak sejalan dengan rekan-rekannya di PKI tetapi juga tidak sejalan dengan
Komintern (komunis Internasional), yang dipandangnya lebih dijadikan alat
kepentingan Internasionalnya Moskow. Ia juga berbeda pandangan dengan Komintern
setelah ia mengemukakan untuk bekerjasama dengan PAN ISLAMISME. Komintern
justru memandang Pan Islamisme adalah musuh Internasionalismenya Komunis.
Sebenarnya Moskow sendiri sebagai
pusat pergerakan Komunis Internasional tidak menyetujui pemberontakan karena
situasinya belum kondusif.
Pemberontakan
(1926) ini dihancurkan dengan brutal oleh penguasa kolonial. Ribuan orang
dibunuh dan sekitar 13.000 orang ditahan. Sejumlah 1.308 orang, umumnya
kader-kader partai, dikirim ke Boven
Digul, sebuah kamp tahanan di Papua. Beberapa orang meninggal di
dalam tahanan. Banyak aktivis politik non-komunis yang juga menjadi sasaran
pemerintahan kolonial, dengan alasan menindas pemberontakan kaum komunis. Pada
1927 PKI dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Belanda. Karena itu, PKI
kemudian bergerak di bawah tanah.**** (waiman)
Sumber:
1. Ahmad Mansur Suryanegara, API SEJARAH I & II, penerbit Salamadani – Bandung, cet. kedua Oktober 2009.
2. Sekretariat negara RI, “Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia”, penerbit Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta 1994.
3. DR Anwar Harjono SH, “Perjalanan Politik Bangsa”, penerbit Gema Insani Press – Jakarta, cetakan pertama tahun 1997.
tulisan ini pernah dimuat dalam MAJALAH AMANU... semoga bermanfaat.
Almukaromah, 3 maret 2017
0 komentar:
Posting Komentar