Minggu, 12 Maret 2017

Shibghah (celupan / warna) Allah

صِبْغَةَ اللهِ وَ مَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ صِبْغَةً وَ نَحْنُ لَهُ عَابِدُوْنَ
“Shibghah (celupan dari) Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya (selain) daripada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah”.
(QS Al-Baqarah (2) ayat 138)

PENGERTIAN SHIBGHAH ALLAH (صِبْغَةَ اللهِ َ)

Menurut bahasa, Kata shibghah, diambil dari kata Shabagha yang artinya mewarnai, mencelup, mengecat, membaptis (dalam agama Kristen), dan menenggelamkan; sedang صِبْغَةَ (shibghah) artinya: macam, bentuk, agama, ajaran, kepercayaan, dan baptis (Kamus al-Munawwir, hal. 176).

Adapun pengertian Shibghah Allah, dalam Tafsir Umdatu Tafsir (juz 1, hal. 178) adalah Dien Allah, Fitrah Allah dan Millah Ibrahim.

Syekh Musthafa Al-Maraghi menjelaskan Shibghah Allah: “Allah telah mencelup kita dan telah mem-fitrah-kan kita (menciptakan kita pada awal kejadian), sebagai persiapan kita untuk menerima kebenaran dan mengimani segala apa yang dibawa para nabi dan Rasul-rasul. Maka janganlah kita mengikuti; pendapat sesat pemimpin, Hawa nafsu tokoh-tokoh masyarakat dan taqlied (taat buta) kepada peraturan buatan manusia. Shibghah Allah adalah perhiasan indah bagi kita yang dengannya kita larut kepadanya, seperti larutnya warna celupan kepada kain”. (Tafsir Al-Maraghi juz 1, hal. 217)

HUBUNGAN (NISBAH) AYAT-AYAT.
Ayat sebelumnya (ayat 135) menjelaskan perselisihan kaum Yahudi dan Nashrani yang mengklaim sebagai kaum yang mendapat petunjuk Allah SWT. Akan tetapi Allah SWT membantah keduanya dan memberi klarifikasi bahwa yang mendapat petunjuk adalah yang berpegang kepada Millah (Agama) Ibrahim AS, dan dikuatkan dengan fakta bahwa Ibrahim bukanlah orang Musyrik.

Ayat selanjutnya (ayat 136), memberi amar (perintah) agar N. Muhammad SAW mengajak mereka untuk beriman kepada ALLAH dan KITAB ALLAH. Dan agar N. Muhammad SAW menyatakan, dengan dasar Iman (Tauhid) tersebut, bahwa kami Ber-ISLAM (taat kepada Syari’at) Allah. Ayat ini juga sekaligus menjelaskan bahwa Millah Ibrahim adalah Ad-Dien Islam (Aqidah dan syari’at Islam).
Kemudian dalam ayat 137, Allah SWT menegaskan bahwa hanya dengan berIMAN kepada Allah SWT dan Kitab-Nya, sebagaimana Imannya N. Muhammad dan para Sahabat-lah, mereka (kaum Yahudi dan nashrani) mendapat petunjuk Allah. Bukan hanya berdasar klaim (pengakuan) semata. Allah SWT juga menjelaskan garis pemisah (furqan), bagi siapapun yang berpaling dari Dien (Agama) Islam.
Penjelasan berikutnya (ayat 138) adalah menjelaskan siapa manusia terbaik menurut Allah. Yaitu manusia yang tershibghah (tercelup) dengan Shibghah (celupan) yang terbaik, yaitu Shibghah Allah / celupan dari Allah; yaitu Ad-Dien Islam (Aqidah / Tauhid dan Syari’at Islam).

PENJELASAN (BAYAN) SINGKAT AYAT

Manusia dalam Shibghah Allah
Manusia terbaik dalam bimbingan ayat Allah, adalah manusia yang lahir dan batinya telah tercelup dengan celupan Allah (Shibghah Allah). Shibgah Allah (celupan Allah) adalah Ad-Dienul (Agama) Islam.
Aqiedah Islam adalah larutan pencelup yang akan mewarnai akal, hati dan emosi manusia terbaik. Sehingga cara berfikir, berkeyakinan dan bersikapnya hanya diwarnai dengan satu warna yang tegas yaitu Tauhid.

Syari’at Islam adalah larutan pencelup yang akan mewarnai perbuatan atau langkah manusia terbaik. Sehingga perbuatannya hanya diwarnai dengan satu warna yang jelas yaitu Syari’at.
Terbitlah manusia terbaik dalam bimbingan wahyu Ilahy, yaitu manusia yang memiliki satu warna yaitu Islam. Islam minded seratus persen.
Warna-Warni Manusia

Sebenarnya warna-warni yang mencelup manusia itu tidak satu, tetapi beragam. Warna-warni itu dapat dilihat dari redaksi ayat Allah: “ Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya (selain) daripada Allah? (QS Al-Baqarah (2) ayat 138).

1. Ada manusia yang tidak melarutkan diri dalam celupan Allah, sehingga menjadi manusia yang ingkar (kafir). Tidak bertauhid dan tidak mau diatur oleh aturan Islam. Manusia seperti ini adalah manusia yang membenci Islam, anti Islam bahkan phobia islam.

2. Ada manusia yang mencampur adukan berbagai warna dalam lahir dan bathinyya, sehingga menjadi manusia yang pecah kepribadiannya (musyrik). Misalnya; agamanya Islam, tetapi cita-citanya kapitalisme atau sosialisme; Agamanya Islam, tetapi tidak mau diatur oleh hukum Islam bahkan phobia (takut); Agamanya Islam, tetapi pemimpinnya bukan orang Islam yang tunduk pada ketentuan Allah.; Agamanya islam, tetapi anti Islam.

3. Ada juga manusia yang Islam Minded, yang seluruh lahir dan bathinnya Islam, cinta Islam, cita-citanya mentegakan Islam, hukumnya hukum Islam, pemimpinnya pemimpin Islam, perjuangannya perjuangan Islam, Islam seratus persen. Inilah manusia yang telah tershibghah dengan shibghah Allah.

Manusia Pengabdi

Sebagaimana tujuan Allah menciptakan manusia, yaitu agar manusia menjadi hamba Allah yang sukses dalam mempersembahkan pengabdiannya kepada Allah. Maka hanya manusia yang sudah tershibghah dengan shibghah Allah-lah yang akan mampu dan sanggup menjadi hamba Allah. Ini dapat difahami dari ujung ayat dari surat Al-Baqarah ayat 138: Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah”. *** (wakariem)

Almukaromah, 13 Maret 2017

Sumber:

1. Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab Terlengkap, penerbit Pustaka Progressif – Surabaya, cetakan 1 tahun 1404 H / 1984 M.

2. Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, penerbit Maktabah Wa Mathba’ah Mushthafa Albabi Al-Halaaby wa Auladuhu – Mesir, cetakan pertama tahun 1365 H/ 1946 m.

3.  Syaikh Ahmad Syakir, “Umdatut tafsir, Lil Hafidz Ibnu Katstir”, (mukhtashar Tafsir Al-Qur’anul Adzhiem), penerbit Darul Wafa, cetakan kedua tahun 1426 H.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar