Manusia adalah makhluk sosial, ia pasti membutuhkan hubungan sosial termasuk berteman. Tetapi pertemanan juga memiliki dua sisi mata uang alias ber efek ganda, satu sisi bisa positif tetapi disisi lain bisa juga memberi pengaruh negatif. Perihal ini sudah di isyaratkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya: “Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Saling mempengaruhi menjadi sebuah keniscayaan dalam berteman, besar kecilnya pasti ada, Rasulullah SAW bersabda: “Teman yang saleh ibarat penjual minyak wangi. Bila dia tidak memberimu minyak wangi, kamu akan mencium keharumannya. Sedangkan kawan pendamping yang buruk ibarat tukang pandai besi. Bila kamu tidak terjilat apinya, kamu akan terkena asapnya.” (HR. Bukhari).
Teman sekolah, teman bisnis, teman main, teman kerja, itulah keniscayaan pertemanan. Dan dalam lingkungan pertemanan seperti inilah terjadi perbauran nilai dan budaya, bahkan mungkin pertarungan intelektual. Seorang muslim, hendaklah menjadikan pertemanan tersebut sebagai arena dakwah, yakni menebar dan menabur benih benih kebajikan serta mengajak mereka untuk berkeyakinan yang lurus dan berakhlak yang baik.
Arena dakwah ini dapat diibaratkan arena perang, sebab suasana saling mempengaruhi, sadar atau tidak, akan terjadi. Oleh karena itu masukilah ke arena tersebut dan siaplah mewarnai pertemanan dengan warna kebaikan, sebab jika tidak, justru cepat atau lambat, kita yang akan diwarnai dengan warna kejelekan.
Banyak terjadi seorang yang shaleh malah menjadi liberal, baik pemikirannya maupun perbuatannya, hanya karena berteman dengan orang yang liberal, tetapi sebaliknya bisa terjadi, jika kekuatan mewarnai pertemanan dengan kebaikan lebih dominan.
Luasnya pertemanan akan juga berarti luasnya arena dakwah, dan perlu bersabar dalam menjalaninya, sebab konsekwensi-konsekwensi dalam pertemanan akan dihadapi. Sabda Rasulullah SAW: “Seorang mukmin yang berbaur dengan manusia dan bersabar atas celaan mereka adalah lebih besar pahalanya dari pada orang mukmin yang tidak membaur dengan manusia dan tidak sabar atas celaan mereka.” Hajjaj menyebutkan, “Lebih baik dari pada orang mukmin yang tidak membaur dengan mereka.” (HR Ahmad).
Islam tidak mengajarkan ummatnya untuk mengisolasi diri dalam pergaulan, tetapi justru harus luas dalam bergaul. Akan tetapi pengaruh dalam pergaulan itu akan didapat baik yang positif maupun yang negatif. Jalan keluarnya; janganlah pasif menerima warna pengaruh dan dampak pergaulan, tetapi harus aktif mempengaruhi dengan pengaruh yang baik. Dan luasnya pergaulan akan berarti luasnya arena dakwah bagi seorang muslim.**** (waiman)
Almukaromah 20 Februari 2017
0 komentar:
Posting Komentar