(QS Al-Fatihah (1) ayat 2 & 5)
HIDAYAH: Petunjuk & Bimbingan
Redaksi ayat ke-6 surat Al-Fatihah adalah Do’a (permohonan). Isi permohonannya adalah memohon kepada Allah SWT. agar diberi petunjuk (Hidayah) ke Jalan yang lurus (Shirathal Mustaqim).
Ihdinash Shirathal Mustaqim, dalam Tafsir Al-Muyassar diuraikan maknanya dengan: “Arahkan kami (dengan ilmu)!, tunjuki kami (dengan hikmah) dan bimbing kami (dengan taufiq)! kepada jalan yang lurus. Dan (juga) kokohkan kami di jalan itu sampai kami menemui-Mu. Jalan itu adalah Dinul Islam, yaitu satu jalan yang jelas akan mengantarkan kepada keridhoan dan surganya Allah; sebagaimana yang telah ditunjuki kepada jalan itu oleh Rasulullah Muhammad SAW. Maka tidak ada jalan menuju kebahagiaan seorang hamba (Allah) kecuali dengan Istiqamah di Jalan itu”.
Hidayah (petunjuk) yang diminta adalah meliputi dua hal:
1. Hidayah Irsyad wal Bayan (Petunjuk ilmu dan penjelasan argumentasi).
Adalah petunjuk dari Allah SWT. melalui Rasul-Nya sebagai juru dakwah (da’i) atau pimpinan (Imam). Firman Allah SWT.:
وَإِنَّكَ لَتَهۡدِيٓ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ
“…dan Sesungguhnya kamu (Muhammad) benar- benar memberi petunjuk (hidayah) kepada jalan yang lurus”. (QS. Asy-Syura (42) ayat 52)
وَجَعَلۡنَٰهُمۡ أَئِمَّةٗ يَهۡدُونَ بِأَمۡرِنَا
“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk (hidayah) dengan perintah Kami (Allah)…” (QS. Al-Anbiya [21]: 73), lihat juga (QS. As-Sajdah [32]: 24).
2. Hidayah Taufiq wal Amal (Petunjuk berupa bimbingan keyakinan (keimanan) dan keistiqamahan dalam amal shaleh)
Adalah petunjuk Allah SWT. yang merupakan hak preogratif Allah SWT, sebagaimana Firman Allah SWT:
إِنَّكَ لَا تَهۡدِي مَنۡ أَحۡبَبۡتَ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يَهۡدِي مَن يَشَآءُۚ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ
“Sesungguhnya kamu (Muhammad), tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk” (QS. Al-Qashash, [28]: 56)
Sebagai kasus misalnya Abu Thalib, pamannya Rasulullah SAW. yang sangat mencintainya, bahkan membela dan melindungi Rasulullah SAW. dari gangguan Bangsa Quraisy. Abu Thalib tetap tidak beriman kepada Allah SWT. dan Rasul-Nya, walaupun Rasulullah SAW. telah menjelaskan Ilmu dan menguraikan argumentasi agar Abu Thalib beriman kepada Allah SWT. dan Rasul-Nya. Bahkan Rasulullah SAW. mendampingi dan mendakwahinya hingga ke penghujung hidupnya.
Apa sebabnya?. Sebabnya karena tergeraknya hati untuk beriman dan istiqamah adalah sangat tergantung kepada Hidayah (petunjuk) yang sangat halus dan merupakan hak mutlak Allah SWT. Karena Allah SWT-lah Dzat yang Kuasa membolak-balikkan hati manusia. Kuncinya adalah berusaha untuk hidup dalam bimbingan Rasulullah SAW. sebagai Da’i atau Pemimpin dan selalu berdo’a agar mendapat bimbingan dari Allah SWT. berupa taufiq.
Shirathal Mustaqim
Permohonan kita adalah permohonan kepada Allah SWT. di beri Hidayah (petunjuk) ke Shirathal Mustaqim (jalan yang lurus).
Ahli tafsir menjelaskan Shirathal Mustaqiem kepada empat pengertian yang berbeda-beda, tetapi semuanya saling menguatkan:
- Shirathal Mustaqiem adalah Al- Haq (kebenaran).
- Shirathal Mustaqiem adalah Dinul Islam .
- Shirathal Mustaqiem adalah Kitabullah (Al-Qur’an).
- Shirathal Mustaqiem adalah Jalannya Rasulullah SAW dan Khilafah Rasyidah.
Firman Allah SWT.: “Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi kitab dan kepada orang-orang yang ummi, ‘Sudahkah kamu masuk Islam?’ Jika mereka masuk Islam, berarti mereka telah mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran (3) ayat 20).
Ayat 20 surat Ali Imran di atas menjelaskan bahwa mereka yang mendapat petunjuk adalah mereka yang masuk ISLAM. Sementara Islam adalah Ad-Dien (Sistem Hidup) yang bersumber dari Allah SWT., firman-Nya: “Sesungguhnya Dien (yang benar) di sisi Allah adalah Islam…” (QS. Ali Imran [3]: 19).
Jadi inilah Shirathal Mustaqiem yaitu Dinul Islam sebagai “Way of Life”.
- Shirathal Mustaqiem jika diartikan Al-Haq karena memang Dinul Islam adalah Al-haq (kebenaran) yang bersumber dari Allah SWT., lihat QS. Ali Imran (3) ayat 19 dan 85.
Firman Allah: “Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus (Shirathal Mustaqiem), yaitu Dinul Haq, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik”. (QS. Al-An’am (6) ayat 161).
- Shirathal Mustaqiem jika diartikan Kitabullah, karena Al-Qur’an adalah sumber hukum tertinggi yang diberlakukan dalam Dinul Islam (QS. Al-Maidah (5) ayat 48); sementara jika diartikan Rasulullah SAW dan para Khilafah Rasyidah, karena Rasulullah dan Khalifah Rasyidah adalah pemimpin dalam Dinul Islam (QS. An-Nisa (4) ayat 59).
Kesimpulannya: Shiratal Mustaqiem adalah Dinul Islam (Sistem Islam) yang sistem hukum nya adalah Al-Qur’an dan sistem kepemimpinannya adalah Rasulullah SAW. dan para Khilafah sesudahnya.
Lebih lengkap lihat QS. Al-Fath (48) ayat 28: “Dialah (Allah) yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk (Al-Qur’an) dan Dinul Haq, agar dimenangkan-Nya terhadap semua Ad-Dien”.
Memohon ditunjuki ke Shirathal Mustaqiem (jalan yang lurus) adalah memohon agar ditunjuki kepada Sistem Islam dan Istiqamah di dalamnya. Shirath Al-Mustaqiem (jalan lurus) itu hanya satu, yaitu Dinul Islam dan di luar itu adalah jalan yang bengkok dan menyimpang. Firman Allah SWT:
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِي مُسۡتَقِيمٗا فَٱتَّبِعُوهُۖ وَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَن سَبِيلِهِۦۚ ذَٰلِكُمۡ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah jalan tersebut, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) , karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa“. (QS. Al An’am, [6]: 153).
Rasulullah SAW. mempertegas tentang ayat di atas. Diriwayatkan dari sahabat ‘Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan: “Suatu ketika Rasulullah SAW. pernah membuat satu garis lurus, kemudian beliau bersabda, “ Ini adalah jalan Allah”. Kemudian beliau membuat garis-garis yang banyak di samping kiri dan kanan garis yang lurus tersebut. Setelah itu beliau bersabda , “Ini adalah jalan-jalan (menyimpang). Di setiap jalan tersebut ada syetan yang menyeru kepada jalan (yang menyimpang) tersebut.“ (HR. Ahmad)
Pembelahan Manusia pada Dua Jalan
Surat Al-Fatihah ayat 6-7 juga memberi faidah bahwa manusia pada hakikatnya terbagi 2;
(1) manusia yang berada dan Istiqamah dalam Shirathal Mustaqiem;
(2) manusia yang berada dalam Shirathal Jahiem. Shirathal Jahiem istilah Al-Qur’an bagi Shirath (jalan) yang ditempuh oleh mereka yang kafir dan munafiq yang akan digiring oleh Allah SWT. kelak di akhirat menuju Neraka Jahiem, lihat QS. Ash-Shaffat [37]: 22-23.
- Para Penempuh Shirathal Mustaqiem
Penempuh Shirathal Mustaqiem (jalan lurus) adalah mereka yang telah diberi nikmat oleh Allah (an’amta ‘alaihim) sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat ke-7 surat Al-Fatihah. Adapun mereka yang telah diberi nikmat Allah SWT. tersebut adalah: para Nabi, Shiddiqin, Syuhada dan Shalihin. Firman Allah SWT.: “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul–Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddiqin , orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (QS. An-Nisaa’ [4]: 69).
Nabiyyin adalah para Nabi, para Rasul Allah SWT. yang mendapat amanah sebagai pemimpin ummat Islam.
Shiddiqin artinya adalah orang-orang yang membenarkan apa yang dibawa oleh para Rasul Allah SWT. Mereka adalah manusia-manusia yang selalu berada disisi Rasulullah SAW., menyertai rasul dan membelanya.
Syuhada artinya orang yang mati dalam melaksanakan bakti suci jihad Fisabilillah. Orang yang matinya dalam bakti suci, maka hidupnya harus selalu berada dalam tugas bakti suci. Mereka adalah para pejuang-pejuang Islam dalam rangka mentegakkan Dinul Islam dan meninggikan kalimatillah.
Shalihin adalah orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, atau sering disebut dengan sebutan orang-orang shaleh. Mereka adalah orang-orang yang mema’rifati kebenaran dan menetapi Shirath Mustaqiem dengan Istiqamah.
- Para Penempuh Shirathal Jahiem
Para penempuh Shirathal Jahiem (jalan bengkok yang membawa ke neraka) adalah dua kelompok orang, yang dalam QS. Al-Fatihah ayat 7 disebut sebagai kelompok Maghdub (orang yang dibenci Allah) dan kelompok Dhallin (orang yang sesat). Kedua kelompok tersebut adalah kelompok-kelompok yang menyimpang dari Shirathal Mustaqiem.
Mengenai kelompok Magdhub dan Dhallin ini, Rasulullah SAW. bersabda: “Sesungguhnya Al-Maghdub (orang yang dibenci) adalah Yahudi dan Adh-Dhallin (orang yang sesat) adalah Nasrani”. (H.R. Ahmad, Tirmidzi, dan yang lainnya).
Bahwa orang Yahudi adalah kelompok yang dibenci Allah SWT. (magdhub), Al-Qur’an juga menjelaskan: “Katakanlah : ‘Apakah akan aku beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu di sisi Allah?’ Yaitu orang-orang (yahudi) yang dikutuk dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi.” (QS. Al-Maidah, 5: 60).
Al-Qur’an menjelaskan pula kesesatan (dhallin)-nya orang Nashrani: “Katakanlah, ‘Wahai ahli kitab! Janganlah kamu berlebih-lebihan dengan cara yang tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti keinginan orang-orang yang telah tersesat dahulu dan (telah) menyesatkan banyak (manusia) dan mereka sendiri tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al-Maidah, 5 : 77).
Mengapa Yahudi menjadi kelompok terlaknat/Magdhub dan kenapa orang Nashrani menjadi kelompok tersesat/Dhallin ?.
Yahudi menjadi terlaknat karena pembangkanganya setelah ma’rifat (mengetahui kebenaran), misalnya pembangkangan kepada kebenaran yang dibawa Rasulullah Muhammad SAW padahal mereka tahu kebenaran apa ayang dibawa Rasulullah SAW. Bahkan, mereka mengetahui Muhammad SAW (dengan kebenaran yang dibawanya) seperti mengetahui anak-anak mereka sendiri, firman Allah ta’ala: “Orang-orang yang telah Kami beri Kitab, mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri.” (QS. Al-Baqarah, 2: 146).
Atau pembangkangan Iblis kepada perintah Allah SWT. untuk sujud kepada Adam A.S. (QS. Al-A’raf (7) ayat 12). Pembangkangan Iblis tersebut justru bukan karena si Iblis tidak mengetahui kebenaran perintah tersebut, tetapi karena kesombongannya. Oleh sebab itulah Iblis juga di Laknat dan di kutuk (maghdhub), sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Hijr, [15]: 33-35.
Adapun Nashrani menjadi tersesat jalan (dhallin) karena ketiadaan ma’rifat (pengetahuan) akan kebenaran sehingga mereka menjadi menyimpang dari Shirathal Mustaqiem. Mereka hanya mengikuti kesesatan orang-orang pendahulunya. Mengenai kesesatan orang nashrani ini firman Allah: “Katakanlah, ‘Wahai ahli kitab! Janganlah kamu berlebih-lebihan dengan cara yang tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti keinginan orang-orang yang telah tersesat dahulu dan (telah) menyesatkan banyak (manusia) dan mereka sendiri tersesat dari jalan yang lurus’.” (QS. Al-Maidah, [5]: 77).
Dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa Al-maghdub adalah orang yang mema’rifati (mengetahui) kebenaran tetapi membangkang terhadap kebenaran. Sementara Dhallin adalah orang yang tidak mengetahui kebenaran sama sekali.
Merekalah para penempuh Shirath Jahiem yang akan mengantarkan kepada neraka, dan mereka adalah orang-orang yang menyimpang dari Shirath Mustaqiem. Kita memohon kepada Allah SWT. untuk tidak termasuk golongan tersebut.*** (waiman at Almukaromah, 10 April 2017).
pernah dimuat dalam MAJALAH AMANU
Daftar Pustaka:
- Ibnu Katsir, “Tafsir Al-Qur’anul Adzhiem”, Al Ayaat versi 132.
- Syaikh Sholih bin Abdul ‘Aziz , “Tafsir Al-Muyassar”, Al Ayaat ver. 132.
0 komentar:
Posting Komentar