Penjelasan
(QS Al-Fatihah (1) ayat 2 & 5)
Hamdallah adalah sebutan bagi kalimat “Alhamdulillahi Rabbil ‘Aalamin” sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al-Fatihah ayat ke 2.
Para ulama ahli bahasa menjelaskan bahwa “AL” dalam lafadz Al-Hamdu memiliki fungsi Lil Istigraq yaitu memiliki fungsi menyatakan keseluruhan jenis. Maka lafadz Al-hamdu diartikan segala pujian.
Adapun “LI” dalam lafadz Lillah memiliki tiga makna:
- Lil Ikhtishash (mengkhususkan) artinya khusus untuk Allah SWT.
- Lil Istihqaq (menjelaskan hakikat) artinya hak Allah SWT.
- Lil Milki (kepemilikan) artinya milik Allah SWT.
Maka Al-Hamdu Lillah artinya : “Seluruh pujian yang haq adalah milik dan khusus untuk Allah SWT”.
Lafadz majemuk “Rabbil ‘Aalamin” adalah keterangan dari Allah SWT. artinya bahwa pujian tersebut adalah; hak, milik dan untuk Allah SWT. yang memiliki Asma Rabbul ‘Aalamin (Pengatur semesta alam).
Hamdallah adalah Ekspresi Rasa Syukur
Ibnu Jarir berkata: “Adalah kalimat syukur yang murni ikhlas bahwa Allah sebagi satu-satunya Rabb yang disembah serta atas nikmat-nikmat-Nya kepada makluk-Nya”.
Ibnu Abbas berkata: “Hamdallah merupakan perkataan setiap orang yang bersyukur”.
Rasulullah SAW bersabda:
“مَا أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَى عَبْدٍ نِعْمَةً فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ إِلَّا كَانَ الَّذِي أَعْطَاهُ أَفْضَلَ مِمَّا أَخَذَ”
“Andaikan setiap hamba mendapatkan kenikmatan dari Allah, ia mengucapkan alhamdulillâh; niscaya apa yang ia berikan (berupa pujian terhadap Allah) lebih utama dibandingkan apa yang ia terima (berupa kenikmatan Allah tersebut).” (H.R. Ibn Majah)
Hamdallah diucapkan oleh Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaeman a.s atas nikmat Ilmu yang diberikan Allah SWT. kepada keduanya: “Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hamba-Nya yang beriman”. (QS. 27:15).
Allah memerintahkan Nabi Nuh AS dan pengikutnya untuk mengucapkan Hamdallah, jika sudah menaiki “Bahtera Nuh”, sebagai ucapan syukur telah dipisahkan dan diselamatkan oleh Allah SWT dari kaum yang zhalim: “Apabila kamu dan orang-orang yang bersamamu telah berada di atas bahtera itu, maka ucapkanlah: “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari orang-orang yang zhalim.” (QS. 23:28).
Penduduk syurga juga mengucapkan Hamdallah sebagai tanda syukur atas petunjuk Allah SWT. yang telah membimbingnya ke dalam syurga: “…dan mereka berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki Kami kepada (surga) ini. Dan Kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi Kami petunjuk” (QS. 7:43).
Ucapan Hamdallah juga diucapkan karena kenikmatan yang Allah SWT. berikan setelah dimusnahkannya orang-orang zhalim : “Maka orang-orang yang zhalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” (QS. 6:45).
Dan masih banyak ayat-ayat Al-Qur’anul Kariem yang mengungkap Hamdallah sebagai ekspresi orang bersyukur dan berterima kasih atas segala nikmat Allah Rabbul ‘Aalamien.
Aktualisasi Syukur dengan Ibadah dan Isti’anah
Penjelasan ayat 5 surat Al-Fatihah
إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan” (QS. Al-Fatihah (1) ayat 5)
- Hanya kepada Allah SWT.
Dalam bahasa Arab, redaksi ayat 5 surat Al-Fatihah ini adalah Jumlah Fi’liyyah (pola SPOK dalam bahasa Indonesia). Biasanya dalam bahasa Arab Kata Kerja (Fi’il) dan Subjek (Fa’il) didahulukan daripada Objek (Maf’ul). Tetapi dalam redaksi Iyyaka Na’budu, begitu pula dalam redaksi Iyyaka Nasta’ien, Objeknya didahulukan daripada Kata Kerja dan Subjek. Padahal bisa saja redaksinya Na’budu Iyyaka wa nastaienu Iyyaka (kami beribadah kepada-Mu dan kami memohon pertolongan kepada-Mu).
Menurut Ibnu Katsir, hikmahnya didahulukan Objek daripada Kata Kerja adalah: Lil Ihtimam (untuk menarik perhatian) dan al-Hashr (membatasi), sehingga maknanya adalah “Kami tidak akan beribadah kecuali kepada-Mu dan kami tidak akan bertawakkal kecuali kepada-Mu”.
Penjelasan Ibnu Katsir ini disandarkan kepada Firman Allah: “Maka beribadahlah kepada Allah dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Rabbmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan”. (QS. Huud, 11 : 123).
- Ibadah dan Isti’anah adalah kerja seorang mukmin sebagai wujud syukur.
Surat Al-Fatihah ayat 1 sampai 4 adalah Khabar (informasi) yang menguraikan fakta-fakta kebenaran Asma (nama), Sifat (karakter) dan Af’al (perbuatan) Allah SWT. yang wajib diimani seorang mukmin.
Sementara ayat 5 surat Al-Fatihah adalah menguraikan tuntutan-tuntutan yang wajib ditunaikan (amal Shaleh) oleh hamba-Nya yang sudah beraqidah.
Jadi ayat 1-4 surat Al-Fatihah adalah menjelaskan pokok-pokok keyakinan (Iman), sementara ayat 5 surat Al-Fatihah adalah menjelaskan pokok-pokok perbuatan (amal shaleh). Adapun pokok-pokok amal shaleh itu adalah Ibadah (pengabdian) dan Istianah (tawakkal) kepada Allah SWT.
Ibadah Secara bahasa dalam kamus Al-Munjid mengandung lima arti:
- Wahhadahu/meng-Esa-kan Allah SWT.,
- Khaddamahu/melayani kehendak-Nya,
- Khodla’a Lahu/tunduk patuh berserah diri pada-Nya,
- Dzalla ‘Alaihi/berendah diri dihadapan-Nya, dan
- Tho’a lahu/taat pada perintah-Nya.
Senada dengan Ma’luf, Raghib Al-Isfahany dalam Mufrodat Alfadz Al-Qur’an , mengatakan bahwa: “Ubudiyyah adalah menampakkan kerendah dirian. Sementara IBADAH berpangkal dari rasa rendah diri. Karena sesungguhnya Ibadah itu adalah puncak kerendah dirian, dan hal itu tidak bisa dihaturkan kecuali hanya kepada Pemilik puncak keutamaan yaitu Allah Ta’ala”.
Pengertian Ibadah menurut bahasa tersebut kemudian dirangkum oleh Ibnu Katsir , yang menyimpulkan bahwa Ibadah kepada Allah SWT. itu adalah menghimpun tiga kesempurnaan sikap yaitu:
- Kamaalul Mahabbah (kesempurnaan rasa cinta kepada Allah SWT.),
- Kamaalut Tadzalul (kesempurnaan rasa rendah diri di hadapan Allah SWT.), dan
- Kamaalul Khudlu’ (kesempurnaan ketunduk patuhan kepada perintah dan hukum Allah SWT.).
Beribadah menurut berbagai pandangan para Ulama kiranya dapat dibagi dalam 3 ranah:
- Ranah keyakinan: Bertauhid,
- Ranah Jiwa: Rasa Rendah diri dan Cinta kepada Allah SWT,
- Ranah aksi: Taat kepada perintah dan hukum Allah SWT.
Ibadah dalam ranah keyakinan dan kondisi Jiwa sudah dijelaskan dengan QS. Al-Fatihah ayat 1 sampai 4, sementara ayat 5 ini adalah tuntutan kerja atau aksi, maka yang mendekati maksud “Hanya kepada-MU kami beribadah” adalah: “Hanya kepada-MU kami taat, yaitu dengan mentaati hukum Allah”. Disinilah Ibadah sama pengertiannya dengan Taqwa.
Isti’anah, artinya adalah memohon pertolongan Allah SWT. Memohon tolong dan bantu Allah SWT. menunjukkan pengetahuan dan kesadaran akan kelemahan diri, sehingga diri yang lemah ini menyandarkan dan mewakilkan dirinya kepada Allah Ta’ala. Disini makna Isti’anah sama dengan tawakkal sebagimana yang dijelaskan oleh Ibnu katsir dalam tafsirnya: “Maka kerja seorang mukmin adalah Taqwa (Ibadah) dan Tawakkal (Isti’anah)”.
- Ibadah dan isti’anah adalah wujud syukur.
Hamdallah dalam QS. Al-Fatihah ayat 2 adalah ekspresi syukur seorang mukmin atas segala nikmat yang telah Allah SWT. berikan. Syukur itu sendiri didefinisikan oleh para ulama dengan: “Mendayagunakan seluruh nikmat pemberian Allah SWT. sesuai keinginan yang memberinya yaitu Ibadah”.
Di sinilah kita mendapat pengertian bahwa Hamdallah/Syukur dalam ayat 2 surat Al-Fatihah aplikasinya adalah Ibadah (Taqwa) dan Isti’anah (Tawakkal) kepada Allah SWT. seperti yang dijelaskan dalam QS. Al-Fatihah ayat 5.
- Beribadah dalam Koridor Jama’ah.
Menarik juga ketika kita memperhatikan Subjek (pelaku) Ibadah (Taqwa) dan Isti’anah (Tawakkal) dalam QS. Al-Fatihah ayat 5. Subjek pelakunya adalah kata ganti orang pertama jamak yang artinya adalah “kami”.
Perihal ini memberi pengertian yang tegas kepada kita, bahwa aksi pengabdian yang dibarengi dengan tawakkal mestilah merupakan aksi Jama’ah. Firman Allah Ta’ala: “Dan berpeganglah kamu kepada tali (agama) Allah dengan berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai berai…” (QS. 3:103).**** (Waiman at Almukaromah, 10 April 2017).
pernah dimuat dalam MAJALAH AMANU
Daftar Pustaka:
- Ibnu Katsir, “Tafsir Al-Qur’anul Adzhiem”, Al-Ayaat versi 132.
- Luis Ma’luf, “Al-Munjid Fillughah”, Darul Qalam – Damaskus.
- Raghib Al-Isfahani, “Mufrodat Alfadz Al-Qur’an” Darul Qalam – Damaskus Th 1996.
0 komentar:
Posting Komentar