Minggu, 12 Maret 2017

SHOFIYYAH RA, Muslimah Pemberani Berdedikasi Tinggi

Zubair Bin Awwam sempat mendatangi ibunya “Shofiyah Binti Abdul Muthalib”, di medan Perang Uhud, saat berkecamuknya pertempuran hebat.  Zubair membawa berita  gugurnya sayiidina Hamzah Bin Abdul Muthalib, yang masih merupakan saudaranya Shafiyyah.
Bukan hanya berita, tetapi juga anjuran Rasulullah agar Shofiyah mundur. Mungkin karena dikhawatirkan tidak akan kuat menyaksikan jasad saudaranya sayyidina Hamzah yang rusak dadanya dikoyak dengan sadis oleh Wahsyi, pembunuh Hamzah. Akan tetapi  Shofiyah yang juga bibinya Rasulullah tersebut berkata: Sungguh telah sampai kepadaku tentang dibincangkannya saudaraku. Dia syahid karena Allah. Kami sangat ridho dengan apa yang telah terjadi. Sungguh aku akan bersabar dan juga tabah, insya Allah.”
Zubair pun bergegas menemui Rasulullah dan memberitakan kepadanya ketegaran ibunya “Shofiyah”, yang juga berharap melihat jasad saudaranya yang sudah syahid di jalan Allah. Rasulullah SAW akhirnya membolehkan bibinya tersebut untuk menyaksikan mayat mulia sang Singa Allah sayyidina Hamzah. Beliau meminta pasukan untuk memberikan jalan agar Shofiyah dapat menghampiri dan menyaksikan mayat saudaranya.

 “Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Roji’un”, pelan seakan berbisik suara Shofiyyah beristirja’ kepada Allah. Matanya berkaca-kaca melihat jasad saudaranya yang dibunuh dengan sadis.  Shofiyyah berdo’a kepada Allah agar saudaranya diampunkan dosanya oleh Allah dan diterima sebagai Hamba Allah yang telah membuktikan syahadahnya.

Sayyidah Shafiyyah, dalam medan Uhud (3 Hijriyyah), adalah sebagai tenaga kesehatan yang merawat pasukan yang terluka dan tenaga logistik yang memberi minum kepada yang kehausan. Akan tetapi, ketika pasukan Islam terpukul mundur oleh pasukan Musyrik Quraisy. Shofiyyah berdiri bak pemimpin pertempuran, dan berteriak lantang memanggil beberapa pasukan yang berlari berhamburan dan hendak mundur kebelakang.
Kalian hendak meninggalkan Rasulullah berjuang seorang diri?”, Shofiyyah berteriak-teriak sambil mengacung-acungkan tombak ke arah kaum muslimin yang berhamburan dan terpencar meninggalkan pimpinannya yaitu Rasulullah SAW.
Termasuk sangat mengagumkan adalah bahwa Shafiyyah saat itu sudah menginjak usia 60 tahun. Usia tidak menghalanginya untuk tetap eksis berjihad di jalan Allah SWT. Benar-benar wanita islam pemberani, cerdas, tangkas dan berdedikasi tinggi bagi perjuangan Fisabilillah.
-0Oo-
13 tahun kebelakang,  yaitu sekitar awal-awal dakwah Islam di kumandangkan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah SAW mengumpulkan kerabat-kerabatnya untuk didakwahi. Beliau  bersabda”Wahai Fatimah binti Muhammad, Wahai Shafiyyah binti Abdul Muthalib, Wahai Bani Abdul Muthalib, aku tidak dapat membela kalian sedikitpun di hadapan Allah; Adapun mengenai harta, silakan minta dariku sesuka hatimu.”Hadits yang disampaikan oleh Aisyah RA menyatakan bahwa QS Asy-Syua’ara ayat 214: “Dan berilah peringatan kepada keluarga-keluarga yang paling dekat denganmu”.
Hidayah Allah mampu menembus sukma Shofiyah, dan iapun akhirnya menyatakan diri sebagai bagian dari barisan Umat Islam dengan mengikrarkan dua kalimah Syahadat, begitu juga anaknya Zubair Bin Awwam. Sejak keislamannya tersebut Shofiyah terlibat menjadi aktifis Dakwah Islam.
Kemampuannya, kecendikiaanya dan kepiawaiannya dalam mengolah bahasa dan sastra sungguh membantunya dalam menemban amanah dakwah Islamiyyah. Beliau juga sangat trampil berkuda dan seorang wanita pemberani.
Harits bin Harb adalah Suami pertama Shofiyah, dan setelah Harits meninggal ia dipersunting oleh Al ‘Awwam bin Khuwailid, saudara kandung Khadijah Binti Khawailid ra. Taqdir Allah menyuratkan suami keduanyapun meninggal lebih dahulu daripadanya. Shofiyyah membesarkan dan mendidik anaknya tanpa di dampingi suami tercinta.
Diantara anaknya adalah Zubair Bin Awwam. Zubair tumbuh dalam buaian pendidikan dan kasih sayang Shofiyyah. Ia masuk Islam berbarengan dengan keislamannya ibunya. Zubair adalah  pemuda yang shaleh dan setia mengikuti pemimpinnya. Rasulullah SAW menggelarinya HAWARI (sahabat yang setia mendampingi). Bahkan Umar Ibn Khathab menyetarakannya Zubair  dengan 1000 pasukan.
Ketika Rasulullah SAW dan para Sahabat berhijrah ke Yatsrib (Madinah), Shofiyah dan anaknya juga ikut setia melaksanakan perintah Hijrah.
-oOo-
Dalam perang Ahzab (5 Hijriyyah), terjadi drama yang menunjukan keberanian seorang wanita muslimah dalam menghadapi musuh Allah.
Rasulullah dan para Sahabat lainya pergi menuju perbatasan terluar Madinah guna menghadapi pasukan Sekutu, yang dipimpin Musyrikin Makkah. Sementara kaum wanita dan anak-anak dititipkan di benteng milik Hasan RA. Tiba-tiba datang seorang Yahudi sekutunya pasukan Musyrikin menyelinap ke benteng Hasan RA. Shafiyyah yang mengetahui pergerakan si Yahudi tersebut, segera menyuruh Hassan untuk membunuh penyusup Yahudi tersebut.
Rupanya Hasan RA tidak memiliki cukup keberanian untuk membunuh si yahudi penyusup tersebut, ia berkata: “membunuh bukanlah keahlianku”. Serta merta Shafiyah bangkit dan membawa tongkat pemukul untuk menghadang aksi penyusupan tersebut. Diawasinya gerak-gerik si yahudi tersebut, dan disaat yang tepat Shafiyyah menyergap si Yahudi dan memukulkan tongkat pemukul itu berkali-kali tepat diubun-ubunnya. Walhasil, si yahudi penyusup itu rebah dan tewas ditangan wanita pemberani.
Nampak wajah senang dan kegembiraan Shofiyyah yang mampu menghadang aksi penyusupan musuh Allah dalam peranhg Ahzab. Beliau memang wanita pertama yang membunuh laki-laki musuh Allah, Musuh Rasul dan Musuh islam.
Begitulah Shofiyyah dalam beberapa peperangan menyertai Rasulullah, ikut andil menjadi menjadi perawat pasukan Islam yang terluka.
-oOo-
Hidupnya telah didedikasikan untuk islam demi kejayaan islam dan Umat islam. Akhirnya Sofiyah meninggal dunia pada tahun 20 H pada usia 70 tahun lebih pada jaman khalifah Umar bin Khatab.
Pribadi menakjubkan yang jiwanya dipenuhi oleh ma’rifat dan cita-cita mulia, sosok teladan yang menginspirasi. Salam untukmu Shofiyah, kami bangga kepadamu engkau pernah hadir sebagai aktifis islam yang mengukir sejarah hidup dengan dharma bakti tiada henti.**** (waiman)
pernah dimuat dalam MAJALAH AMANU
Almukaromah, 12 maret 2017.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar