Minggu, 12 Maret 2017

Rasa Malu adalah kehormatan Wanita

Zaman Rasulullah SAW dahulu ada seorang wanita berkulit hitam yang mendatangi Rasulullah SAW. Kemudian si wanita itu mengadukan permasalahannya: “aku terkena penyakit ‘usro’u (semacam penyakit ayan atau epilepsy). Jikalau penyakitku kambuh auratku tersingkap, maka doakanlah kepada Allah agar sembuh penyakitku!”

Rasulullah SAW menanggapi keluhan dan permintaanya dengan jawaban: “Jikalau aku doakan kepada Allah kamu akan sembuh. Akan tetapi jikalau kamu sabar (dengan penyakitmu) maka bagimu surga”

Maka wanita hitam itu berkata : “Aku akan sabar!, akan tetapi doakan kepada Allah agar tiap kali kambuh penyakitku, auratku tidak tersingkap”

Nabi pun mendo’akannya sehingga tiap kali penyakitnya kambuh, Allah Ta’ala menjaga auratnya.


Kisah ini bersumber dari hadits yang disampaikan oleh Ibnu Abbas dan diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.

Wanita hitam “penghuni surga ini” adalah wanita yang lebih memilih surga daripada kesembuhan penyakitnya. Walaupun dengan demikian, ia harus bersabar dengan penyakit yang dideritanya. Akan tetapi kemuliaan wanita tersebut selain kesabarannya demi menebus surga, adalah juga rasa malunya yang tinggi.

Penyakitnya sering membuatnya tidak terkontrol, makanya ia memohon kepada Nabi SAW mendoakannya; agar ketika kambuh penyakitnya, auratnya tidak tersingkap.

Wanita mulia adalah wanita yang memelihara rasa malunya bukan menjadi pemalu (rendah diri), apalagi malu-maluin (tidak ada rasa malu).

Oo-

Kisah lain adalah ketika Nabiyullah Yusuf AS, mengingatkan Zulaikha yang mengajaknya berbuat tidak senonoh dengan ucapan: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik”. (QS. Yusuf [12]: 23).

Yusuf AS mengingatkan Zulaikha dengan Tauhid, bahwa perbuatan ini dibenci Allah; kemudian mengingatkan Zulaikha bahwa perbuatan ini adalah perbuatan jelek, yang malu jika diketahui oleh suaminya Zulaikha yang juga majikannya Yusuf AS.

Sungguh jika rasa malu masih ada, merupakan kontrol sosial yang efektif mencegah kejahatan dan perilaku amoral.

Rasa malu juga merupakan rem, yang akan membatasi manusia dari berbuat semaunya. “…jika engkau tidak punya rasa malu, maka berbuatlah sesukamu!”, demikianlah nabi bersabda.
.
Oo-
.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
.
اْلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ َاْلإِيْمَانُ
.
“Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘Lâ ilâha illallâh,’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang Iman.”(HR. Bukhâri, Muslim, Abû Dâwud, an-Nasâ-i dan Ibnu Mâjah).
.
Lebih-lebih bagi wanita, maka rasa malu pada wanita adalah mahkota, perhiasan alami yang sangat indah. Dalam Kitab uqudulujain dikatakan jika para wanita sudah hilang rasa malunya maka harganya tidak lebih tinggi daripada debu.
.
Hiasilah akhlaq dengan rasa malu sebab itu adalah akhlaq Islami, sebagaimana sabda nabi SAW:
.
إِنَّ لِكُلِّ دِيْنٍ خُلُقًا وَخَلُقُ اْلإِسْلاَمِ الْـحَيَاءُ.
.
“Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu.” (HR.Ibnu Mâjah dan Thabrâni).
 .
Rasa malu juga tidak bisa dipisahkan dari keimanan, sabda Rasulullah SAW: “Biarkan dia, karena malu termasuk iman.” (HR Bukhâri dan Muslim).
.
Di lain Hadits, Rasulullah SAW bersabda:
 .
اَلْـحَيَاءُ وَ اْلإِيْمَانُ قُرِنَا جَمِـيْعًا ، فَإِذَا رُفِعَ أَحَدُهُمَا رُفِعَ اْلاَ خَرُ.
.
“Malu dan iman senantiasa bersama. Apabila salah satunya dicabut, maka hilanglah yang lainnya.” (HR.al-Hâkim dan Thabrâni)
.
Oo-
.
Memiliki rasa malu bukan berarti pemalu, sebab pemalu lebih condong kepada rendah diri (minder) sementara rasa malu lebih condong kepada harga diri yang mulia. Pemalu adalah penghalang kemajuan, dan penghalang pengetahuan.
.
Rasa malu disini adalah rasa malu jika berbuat kejelekan, kejahatan atau keburukan, bukan sebaliknya. Rasulullah juga memutlakkan sifat malu dengan kebaikan, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الحياءُ لا يأتي إلَّا بخيرٍ

“Malu itu tidak datang kecuali dengan kebaikan”(HR. Al Bukhari dan Muslim)

Para sahabiyyah (sahabat wanita) dari kalangan Anshar mendapat pujian dari Ibunda kaum mukminin, Siti Aisyah RA, ia berkata : “Sebaik-baik wanita adalah para wanita Anshar. Rasa malu tidak menghalangi mereka mendalami ilmu agama”.

Milikilah rasa malu sebab dengannya engkau akan memiliki harga diri, dan jangan jadi pemalu sebab denganya engkau menjadi rendah diri.*** (wakariem)

Almukaromah, 12 Maret 2017



Share:

0 komentar:

Posting Komentar