Zaman Rasulullah SAW dahulu ada seorang wanita berkulit
hitam yang mendatangi Rasulullah SAW. Kemudian si wanita itu mengadukan
permasalahannya: “aku terkena penyakit ‘usro’u (semacam penyakit ayan atau
epilepsy). Jikalau penyakitku kambuh auratku tersingkap, maka doakanlah kepada
Allah agar sembuh penyakitku!”
Rasulullah SAW menanggapi keluhan dan permintaanya dengan
jawaban: “Jikalau aku doakan kepada Allah kamu akan sembuh. Akan tetapi jikalau
kamu sabar (dengan penyakitmu) maka bagimu surga”
Maka wanita hitam itu berkata : “Aku akan sabar!, akan
tetapi doakan kepada Allah agar tiap kali kambuh penyakitku, auratku tidak
tersingkap”
Nabi pun mendo’akannya sehingga tiap kali penyakitnya
kambuh, Allah Ta’ala menjaga auratnya.
Kisah ini bersumber dari hadits yang disampaikan oleh Ibnu
Abbas dan diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.
Wanita hitam “penghuni surga ini” adalah wanita yang lebih
memilih surga daripada kesembuhan penyakitnya. Walaupun dengan demikian, ia
harus bersabar dengan penyakit yang dideritanya. Akan tetapi kemuliaan wanita
tersebut selain kesabarannya demi menebus surga, adalah juga rasa malunya yang
tinggi.
Penyakitnya sering membuatnya tidak terkontrol, makanya ia
memohon kepada Nabi SAW mendoakannya; agar ketika kambuh penyakitnya, auratnya
tidak tersingkap.
Wanita mulia adalah wanita yang memelihara rasa malunya
bukan menjadi pemalu (rendah diri), apalagi malu-maluin (tidak ada rasa malu).
Oo-
Kisah lain adalah ketika Nabiyullah Yusuf AS, mengingatkan
Zulaikha yang mengajaknya berbuat tidak senonoh dengan ucapan: “Aku
berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik”. (QS.
Yusuf [12]: 23).
Yusuf AS mengingatkan Zulaikha dengan Tauhid, bahwa perbuatan
ini dibenci Allah; kemudian mengingatkan Zulaikha bahwa perbuatan ini adalah
perbuatan jelek, yang malu jika diketahui oleh suaminya Zulaikha yang juga
majikannya Yusuf AS.
Sungguh jika rasa malu masih ada, merupakan kontrol sosial yang
efektif mencegah kejahatan dan perilaku amoral.
Rasa malu juga merupakan rem, yang akan membatasi manusia
dari berbuat semaunya. “…jika engkau tidak punya rasa malu, maka berbuatlah
sesukamu!”, demikianlah nabi bersabda.
.
Oo-
.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
.
اْلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا
قَوْلُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ،
وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ َاْلإِيْمَانُ
.
“Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh
cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘Lâ ilâha illallâh,’ dan
yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu
adalah salah satu cabang Iman.”(HR. Bukhâri, Muslim, Abû Dâwud, an-Nasâ-i dan Ibnu
Mâjah).
.
Lebih-lebih bagi wanita, maka rasa malu pada wanita adalah
mahkota, perhiasan alami yang sangat indah. Dalam Kitab uqudulujain dikatakan
jika para wanita sudah hilang rasa malunya maka harganya tidak lebih tinggi
daripada debu.
.
Hiasilah akhlaq dengan rasa malu sebab itu adalah akhlaq
Islami, sebagaimana sabda nabi SAW:
.
إِنَّ لِكُلِّ دِيْنٍ خُلُقًا وَخَلُقُ اْلإِسْلاَمِ الْـحَيَاءُ.
.
“Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam
adalah malu.” (HR.Ibnu Mâjah dan Thabrâni).
.
Rasa malu juga tidak bisa dipisahkan dari keimanan, sabda
Rasulullah SAW: “Biarkan dia, karena malu termasuk iman.” (HR Bukhâri
dan Muslim).
.
Di lain Hadits, Rasulullah SAW bersabda:
.
اَلْـحَيَاءُ وَ اْلإِيْمَانُ قُرِنَا جَمِـيْعًا ، فَإِذَا رُفِعَ أَحَدُهُمَا
رُفِعَ اْلاَ خَرُ.
.
“Malu dan iman senantiasa bersama. Apabila salah satunya
dicabut, maka hilanglah yang lainnya.” (HR.al-Hâkim dan Thabrâni)
.
Oo-
.
Memiliki rasa malu bukan berarti pemalu, sebab pemalu lebih
condong kepada rendah diri (minder) sementara rasa malu lebih condong kepada
harga diri yang mulia. Pemalu adalah penghalang kemajuan, dan penghalang
pengetahuan.
.
Rasa malu disini adalah rasa malu jika berbuat kejelekan, kejahatan atau keburukan, bukan sebaliknya. Rasulullah juga memutlakkan sifat malu
dengan kebaikan, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
الحياءُ لا يأتي إلَّا بخيرٍ
“Malu itu tidak datang kecuali dengan kebaikan”. (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Para sahabiyyah (sahabat wanita) dari kalangan
Anshar mendapat pujian dari Ibunda kaum mukminin, Siti Aisyah RA, ia berkata : “Sebaik-baik
wanita adalah para wanita Anshar. Rasa malu tidak menghalangi mereka mendalami
ilmu agama”.
Milikilah rasa malu sebab dengannya engkau akan memiliki
harga diri, dan jangan jadi pemalu sebab denganya engkau menjadi rendah diri.***
(wakariem)
Almukaromah, 12 Maret 2017
0 komentar:
Posting Komentar