Sabtu, 18 Maret 2017

Hasud yang diperbolehkan (Ghibthoh)

Rasulullah SAW bersabda:

 لاَ حَسَدَ إِلاَّ في اثْنَتَيْنِ : رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ القُرْآنَ ، فَهُوَ يَقُومُ بِهِ آنَاء اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالاً ، فَهُوَ يُنْفِقُهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ

“Tidak boleh ada hasud (iri) kecuali tentang dua hal: lelaki yang didatangkan oleh Allah Al-Quran (banyak hafalannya) yang kemudian dia shalat pada saat siang dan malam dengan membacanya dan lelaki yang dikaruniai harta yang kemudian dia bersedekah pada saat siang dan malam hari dengan harta tersebut…” (HR. Muttafaqun ‘alaih)

Tercelanya Hasud
.
Hasad atau hasud, yang dalam bahasa Indonesianya adalah iri atau dengki, adalah termasuk perbuatan hati yang tercela. Rasulullah SAW bersabda: "Hati hati kalian dari sifat hasad, karena hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar" (H.R Abu Dawud).

.
Hasud diumpamakan, oleh Rasulullah SAW, seperti Api, yang akan menghanguskan dan menghabiskan kayu bakar. Sementara amal shaleh diumpamakan kayu bakar.  Sebesar dan sebanyak apapun kayu bakar, akan hangus dan habis dilalap api. Artinya sebesar dan sebanyak apapun amal sjaleh akan hapus dan habis terbakar api hasud.
.
Hasud adalah perasaan tidak senang terhadap keadaan yang dimiliki oleh orang lain, sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikarunkan Allah kepada sebahagiankamu lebih banyak dari sebahagian yang lain” (Q.S. An-nisa, 4:32).
.
Ibnu Taimiyah berkata:
.
 الْحَسَدَ هُوَ الْبُغْضُ وَالْكَرَاهَةُ لِمَا يَرَاهُ مِنْ حُسْنِ حَالِ الْمَحْسُودِ
.
“Hasad adalah membenci dan tidak suka terhadap keadaan baik yang ada pada orang yang dihasad.” (Majmu’ Al Fatawa, 10: 111).  Termasuk hasad walau hanya timbulnya perasaan tidak senang atas apa yang dimiliki oleh orang lain.
.
Biasanya sifat iri (dengki) atau ketidak senangan ini, kerap menimbulkan keinginan untuk menghilangkan apa yang dimiliki oleh orang lain tersebut. sebagaimana dalam Kitab Nashoihul Ibad di definisikan bahwa Hasad itu adalah tamanny (keinginan) zawalun ni’mati al ghair (lenyapnya keni’matan yang ada pada diri orang lain).
.
Lihatlah dengki (hasad)nya  saudara-saudaranya N. Yusuf AS terhadap nya. Yusuf AS memiliki ketampanan, kepintaran dan perhatian dari ayahnya yaitu N. Ya’qub AS. Saudara-saudaranya iri terhadap apa yang dimiliki N. Yusuf AS, sampai-sampai tega menjauhkan Yusuf AS dari ayahnya, dan menceburkannya kedalam sumur tua di dalam hutan.
.
Hasud Yang Diperbolehkan
.
Rasulullah SAW, memperbolehkan hasud kepada dua orang;
1. Orang berharta (kaya) dan ia membelanjakan hartanya dijalan kebenaran, dan
2. Orang berilmu (ulama) dan ia mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya kepada yang lain.
.
Para ulama menyebut hasud yang diperbolehkan ini dengan istilah Ghibtoh, untuk membedakan dengan hasud yang terlarang.
.
Ingin seperti sahabat Abdurrahman Bin Auf yang kaya dan dermawan, ingin seperti Abu bakar yang alim (pandai) dan bijak serta mengajarkan ilmunya kepada yang lain, inilah contoh-contoh Ghibtoh.
.
Tentusaja ghibtoh ini berbeda dengan hasud, sebab dalam ghibtoh bukanlah kedengkian tetapi keinginan; dan dalam ghibtoh tidak ada keinginan hilangnya ilmu dan harta dari orang yang diingininya.
.
Bolehkah Ghibtoh kepada selain kedua orang yang diungkapkan Rasulullah SAW diatas?

Pertanyaan tersebut layak dikemukakan, sebab kadang ketika kita melihat orang kaya yang bakhil, tiba-tiba terbersit keinginan seperti dia yang kaya; atau melihat artis liberal dan pendosa yang popular dan dipuja banyak orang, tiba tiba terbit keinginan seperti dia. Atau setidaknya kadang kita mengidolakannya dan dalam hati ada keinginan sepertinya.
.

Tentu saja ini adalah keinginan yang terlarang, simak saja Firman Allah Ta’ala: Lalu Qarun lengkap dengan segala perhiasannya keluar rumah menemui kaumnya. Kala itu orang2 yg menghendaki kehidupan dunia terkagum-kagum dan berkata: moga-moga kita diberi kekayan seperti yang diberikan kepada Qarun, sejatinya ia adalah orang benar-benar mendapat keberuntungan besar (QS. Al Qashas 79)


Ayat 79 surat Al-Qashash adalah menggambarkan pada zaman Nabi Musa, ada seorang yang kaya raya seperti QARUN. Ia senang memamerkan kekayaannya ditengah masyarakat. Sehingga banyak yang terkagum kagum (mengidolakan)nya dan banyak yang menginginkan seperti Qarun yang kaya raya. Sayang, Qarun adalah Konglomerat yang bakhil dan menentang al-Haq (kebenaran), sehingga kekaguman dan keinginan seperti Qarun bukanlah Ghibtoh yang dianjurkan, malah terlarang.



Semoga bermanfaat**** (wakariem)

almukaromah, 18 Maret 2017.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar