Fatimah Az-Zahra RA adalah puteri Rasulullah SAW, yang menikah dengan Ali Bin Abi Thalib RA. Melalui suaminya, Fatimah RA mengeluhkan beratnya beban rumah tangga kepada Rasulullah. Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Rasulullah : “Fatimah mengeluhkan tangannya yang kasar karena setiap hari harus menggiling gandum dengan alat penggilingan gandum, Dan setiap hari mengangkut air dengan alat pengangkut yang diselendangkan sehingga membekas tali pengangkutnya di dadanya”.
Kemudian Ali Bin Abi Thalib mengajukan permohonannya kepada Rasulullah, agar diberikan kepadanya seorang pembantu rumah tangga. Permohonan itu tentu saja untuk meringankan beban berat Fatimah RA, puteri Rasulullah SAW sendiri, dalam mengurus urusan rumah tangganya.
Sehari sebelumnya Fatimah RA mendatangi bapaknya Muhammad SAW, tetapi mengurungkan permohonannya. Dan ketika Fatimah datang ke rumah bapaknya sendiri, Rasulullah bertanya: “apa keperluanmu duhai Fatimah?”, Fatimah RA menjawab: “aku datang hanya untuk memberi salam kepadamu duhai Rasulullah!”.
Rasa malu Fatimah RA begitu tinggi untuk memohon bantuan kepada ayahnya sendiri, sehingga permohonan itu disampaikan oleh Ali Bin Abi Thalib. Walau dalam riwayat lainnya dikatakan bahwa kedatangan Fatimah sehari sebelumnya tidak berhasil bertemu dengan Rasulullah.
Menanggapi permohonan anak dan juga menantunya tersebut Rasulullah SAW bersabda kepada mereka: “Ketahuilah, akan kuajarkan kepadamu sesuatu yang lebih baik daripada apa yang engkau minta kepadaku. Apabila engkau hendak tidur, maka bacalah ALLAHU AKBAR tiga puluh tiga kali, SUBHANALLAH tiga puluh tiga kali, dan ALHAMDULILLAH tiga puluh tiga kali, maka itu lebih baik bagimu daripada seorang pembantu”. (Kisah ini bersumber dari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
Seorang wanita dalam menjalankan fungsinya sebagai istri didalam rumah tangga tentu akan menghadapi pekerjaan yang tidak dapat disebut enteng. Mulai dari mencuci, membersihkan rumah, mengasuh anak-anak, memasak, melayani suami, mengelola keuangan sehari-hari, menjaga rumah dan lain lain. Jika kita pikirkan berbagai profesi disandang istri, mulai dari Binatu, pembantu rumah tangga, baby siter, koki, akuntan bahkan hingga menjadi satpam. Lebih dari itu, jam kerjanya 24 jam sehari 7 hari seminggu, non stop tanpa ada hari libur.
Sangat logis jika suami bekerja mencari rezeki dan berpikir untuk meringankan beban pekerjaan harian istrinya, mencarikan pembantu atau pelayan rumah tangga. Suami berusaha memberi yang terbaik bagi istrinya. Akan tetapi, belum tentu semua orang yang bernama suami mampu untuk membayar pembantu rumah tangga, sebab rezeki setiap orang berbeda-beda.
Disinilah seorang istri dituntut mampu menerima kenyataan suami apa adanya. Harmoni dalam rumah tangga akan terwujud jika dalam jiwa suami terdapat keinginan memberi yang terbaik dan dalam jiwa istri terdapat penerimaan atas keadaan suaminya apa adanya, karena Allah semata.
Seperti apa yang menimpa kepada Fatimah RA, puteri Rasulullah SAW. Rasulullah mengingatkan agar Fatimah RA;
- Membaca Allahu Akbar , bahwa Allah yang Maha Besar, sesungguhnya pekerjaan rumah sesulit apapun adalah enteng dan kenyataan itu sepahit apapun adalah ringan .
- Membaca Subhanallah, Maha Suci Allah, sesungguhnya sepadat apapun pekerjaan seorang istri adalah mulia karena ia hendak mensucikan Tuhannya, bukan untuk mencari kesenangan semata, tetapi hanya satu yang hendak diraih yaitu Ridha-Nya, yang kelak berbalas kesenangan abadi di surga.
- Membaca Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah, sesungguhnya apapun realitas yang dihadapi adalah pemberian terbaik dari Allah Ta’ala.
Dan ketiga kalimah yang baik itu hendaklah dibaca setiap menjelang tidur, sambil menikmati kelelahan siang dalam menuntaskan pekerjaan dalam rumah tangga. Insya Allah, itu lebih baik daripada menuntut pembantu yang belum tentu suami sanggup memenuhinya. **** wallahu a’lam bishshowab*** (waiman)
pernah dimuat dalam MAJALAH AMANU
Almukaromah, 12 Maret 2017
0 komentar:
Posting Komentar