قَالَ رَسُولُ اللّهِ قال : بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيباً فَطُوبىَ لِلْغُرَبَاءِ
Rasulullah
bersabda : “Islam pertama kali muncul dalam
keadaaan asing dan nanti akan kembali asing sebagaimana semula. Maka
berbahagialah orang-orang yang asing (al-ghuroba’)”. (HR. Muslim, Baihaqi dll)
DR. Salman Audah dalam bukunya, “Generasi Ghuraba” (terjemahan), mencatat 20
hadits yang semakna dengan hadits diatas. Kemudian beliau berkata: “Hadits ini dari berbagai jalan, baik yang maushul maupun mursal.
Hingga dengan adanya beberapa jalan ini menjadikan hadits tersebut menurut para
ulama termasuk hadits masyhur ataupun mutawatir”
Mengapa tidak dikenal?
Sebagaimana yang di nubuwahkan oleh Rasulullah SAW, bahwa Islam itu datang
dalam kondisi asing (gharieb). Asing itu artinya tidak dikenal, tidak populer, dan tidak dominan.
Untuk menjawab pertanyaan mengapa terasing? Ada baiknya kita simak perjalanan
sejarah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS dalam memperjuangkan Islam, dalam firman
Allah SWT:
“Kami akan membantumu (Musa AS) dengan saudaramu (Harun AS), dan
Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat
mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat Kami, kamu
berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang menang”
“Maka tatkala Musa datang kepada mereka dengan (membawa)
mukjizat-mukjizat Kami yang nyata, mereka berkata: “Ini tidak lain hanyalah
sihir yang dibuat-buat dan kami belum pernah mendengar (seruan yang seperti)
ini pada nenek moyang kami dahulu”. (QS Al-Qashash (28) ayat 35-36).
Seperti masyarakat Mesir, pada saat Fir’aun menjadi rajanya, maka cahaya Allah
yang dipancarkan melalui kedua utusan Allah tersebut, menjadi tidak dikenal,
mereka mengatakan: “kami belum pernah mendengar seruan yang seperti ini”
Tentu saja bukan terasing dengan sendirinya, tetapi karena ada gerakan alienasi
(mengasingkan) dan atau Periferalisasi (meminggirkan) Islam di tengah
masyarakat. Dan gerakan tersebut bermuara pada kebijakan penguasa. Penguasa
Dzalim pada saat itu, yang dengan sengaja dan sistematis merencanakan untuk
memadamkan cahaya Allah tersebut (QS 61/8). Dan hal ini adalah sunnatullah
(ketentuan Allah yang pasti).
“Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri
penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri
itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka
tidak menyadarinya”. (QS Al-An’am (6) ayat 123)
Penjahat-penjahat besar itu adalah penguasa yang dzalim yang senantiasa membuat
makar (rencana jahat) untuk merintangi dakwah tauhid para Rasul. Hingga Islam
menjadi ter alienasi (terasing) di tengah masyarakat.
Para penguasa yang DZALIM itu memiliki agenda besar “Memadamkan cahaya Allah”. “Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang mengada-adakan
dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada agama Islam? Dan Allah tiada
memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim”. (QS Ash-Shaf (61) ayat 7).
Sunnatullah bahwasanya setiap penguasa akan meminggirkan (mengasingkan) ajaran
yang mengancam idiologi kekuasaan, sekaligus melemahkan pembawanya. Hal ini
pernah diungkapkan oleh Ratu Saba’ yang diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur’an.
Dia berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki
suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang
mulia jadi hina”. (QS An-Naml (27) ayat 34).
QS. An-Naml ayat 34 tersebut, memberi pengertian bahwa yang menjadi sasaran
pengasingan atau peminggiran penguasa Dzalim bukan hanya konsepsi Islam tetapi
juga pengusungnya yaitu Rasul (pemimpin) dan Umat (masyarakat) Islam.
Misalnya N. Muhammad SAW, sebelumnya beliau adalah seorang yang berjasa bagi
bangsa Quraisy dan sangat diharapkan oleh Penguasa Hijaz. Buktinya, beliau
digelari Al-Amin yaitu orang yang dipercaya untuk memimpin Negara Hijaz dimasa
depan.
Tetapi setelah beliau membawa Islam dan memproklamirkannya di tahun ketiga
kenabian, serta merta beliau yang sudah banyak berjasa bagi bangsa, malah
dianggap sebagai pemecah belah masyarakat, musuh Negara, teroris atau
pemberontak. Dan Islam yang dibawanya dianggap sebagai ajaran yang berlawanan
dengan idiologi bangsa.
Tentusaja, yang dipinggirkan (diasingkan) adalah konsep Islam yang mengandung
ajaran politik (Islam politik), sementara ajaran Islam yang mengajarkan ritual
(Islam ritual) dibiarkan, dan Islam yang mengajarkan sosial (Islam sosial)
dibantu untuk dibatasi.
Tuntunan Islam tentang hukum, politik, Negara, Jihad Fi Sabilillah, menjadi
sasaran pengasingan, sehingga konsep politik Islam dan kenegaraan dianggap
asing, bahkan aneh di tengah masyarakat. Sementara tuntunan Islam yang ritual
seperti shalat, shaum, dan lain-lain masih dibiarkan tumbuh dan berkembang,
walaupun kelak juga di asingkan pada akhirnya. Rasulullah SAW bersabda: “Ikatan Islam akan terlepas satu demi satu. Setiap kali satu
ikatan terlepas, manusia akan bergantung pada ikatan berikutnya. Yang pertama
kali akan terlepas adalah hukum (ad-daulah) dan yang terakhir adalah shalat”.
(HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).
Upaya mengalienasi (mengasingkan) Islam
Agenda besar para penguasa Dzalim itu ditindaklanjuti dengan langkah-langkah
(Takhtith). Adapun langkah-langkah itu adalah sebagai berikut:
Tahrif (merobah-robah): merubah
ubah isi Al-Kitab (wahyu Allah) dari tempatnya semula.
Sami’na wa
ashoina
(kami dengar tapi kami ingkari); Qur’an dan ajaran Islam didengar, dikaji,
dianalisis tapi bukan untuk diamalkan, tetapi untuk diingkari
Wasma Ghairo
Musmaien
(mendengar tapi tidak mendengar); artinya mengacuhkan, mengabaikan
hukum-hukum wahyu dan ajaran ajaran Islam. Islam dan Al-Qur’an tidak
dijadikan sebagai sumber hukum tertinggi
Raaina (memutar-mutar lidah);
memelintir ayat ayat Allah, untuk menjustifikasi kekuasaan dzalim atau
untuk melegalkan kemaksiatan. Artinya menggunakan ayat Allah untuk
pembenaran atas rezim tirani atau kejahiliyyahan.
Yaktumuuna
ayaat
(menyembunyikan ayat-ayat Allah); menyembunyikan Ayat-ayat Allah (ajaran
islam) yang mengandung tuntutan politik dan Jihad Fisabilillah.
Talbisul haq
bil bathil,
mencampuradukan kebenaran dengan kebatilan
Seluruh langkah-langkah pengasingan Islam itu bisa kita lihat dalam QS An-Nisa (4) ayat 44-46, Al-Baqarah (2) ayat 159 dan Al-Baqarah
(2) ayat 42. *** (waiman)
pernah dimuat dalam MAJALAH AMANU
almukaromah, 18 Maret 2017
0 komentar:
Posting Komentar