Sabtu, 18 Maret 2017

Alienasi (ghurbah) Islam

 قَالَ رَسُولُ اللّهِ قال : بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيباً فَطُوبىَ لِلْغُرَبَاءِ

Rasulullah bersabda : “Islam pertama kali muncul dalam keadaaan asing dan nanti akan kembali asing sebagaimana semula. Maka berbahagialah orang-orang yang asing (al-ghuroba’)”. (HR. Muslim, Baihaqi dll)


DR. Salman Audah dalam bukunya, “Generasi Ghuraba” (terjemahan), mencatat 20 hadits yang semakna dengan hadits diatas. Kemudian beliau berkata: “Hadits ini dari berbagai jalan, baik yang maushul maupun mursal. Hingga dengan adanya beberapa jalan ini menjadikan hadits tersebut menurut para ulama termasuk hadits masyhur ataupun mutawatir”

Mengapa tidak dikenal?

Sebagaimana yang di nubuwahkan oleh Rasulullah SAW, bahwa Islam itu datang dalam kondisi asing (gharieb). Asing itu artinya tidak dikenal, tidak populer, dan tidak dominan.

Untuk menjawab pertanyaan mengapa terasing? Ada baiknya kita simak perjalanan sejarah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS dalam memperjuangkan Islam, dalam firman Allah SWT:

“Kami akan membantumu (Musa AS) dengan saudaramu (Harun AS), dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang menang”

“Maka tatkala Musa datang kepada mereka dengan (membawa) mukjizat-mukjizat Kami yang nyata, mereka berkata: “Ini tidak lain hanyalah sihir yang dibuat-buat dan kami belum pernah mendengar (seruan yang seperti) ini pada nenek moyang kami dahulu”(QS Al-Qashash (28) ayat 35-36).


Seperti masyarakat Mesir, pada saat Fir’aun menjadi rajanya, maka cahaya Allah yang dipancarkan melalui kedua utusan Allah tersebut, menjadi tidak dikenal, mereka mengatakan: “kami belum pernah mendengar seruan yang seperti ini”

Tentu saja bukan terasing dengan sendirinya, tetapi karena ada gerakan alienasi (mengasingkan) dan atau Periferalisasi (meminggirkan) Islam di tengah masyarakat. Dan gerakan tersebut bermuara pada kebijakan penguasa. Penguasa Dzalim pada saat itu, yang dengan sengaja dan sistematis merencanakan untuk memadamkan cahaya Allah tersebut (QS 61/8). Dan hal ini adalah sunnatullah (ketentuan Allah yang pasti).

“Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya”. (QS Al-An’am (6) ayat 123)

Penjahat-penjahat besar itu adalah penguasa yang dzalim yang senantiasa membuat makar (rencana jahat) untuk merintangi dakwah tauhid para Rasul. Hingga Islam menjadi ter alienasi (terasing) di tengah masyarakat.

Para penguasa yang DZALIM itu memiliki agenda besar “Memadamkan cahaya Allah”. Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada agama Islam? Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim”. (QS Ash-Shaf (61) ayat 7).

Sunnatullah bahwasanya setiap penguasa akan meminggirkan (mengasingkan) ajaran yang mengancam idiologi kekuasaan, sekaligus melemahkan pembawanya. Hal ini pernah diungkapkan oleh Ratu Saba’ yang diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Dia berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina”. (QS An-Naml (27) ayat 34).

QS. An-Naml ayat 34 tersebut, memberi pengertian bahwa yang menjadi sasaran pengasingan atau peminggiran penguasa Dzalim bukan hanya konsepsi Islam tetapi juga pengusungnya yaitu Rasul (pemimpin) dan Umat (masyarakat) Islam.

Misalnya N. Muhammad SAW, sebelumnya beliau adalah seorang yang berjasa bagi bangsa Quraisy dan sangat diharapkan oleh Penguasa Hijaz. Buktinya, beliau digelari Al-Amin yaitu orang yang dipercaya untuk memimpin Negara Hijaz dimasa depan.

Tetapi setelah beliau membawa Islam dan memproklamirkannya di tahun ketiga kenabian, serta merta beliau yang sudah banyak berjasa bagi bangsa, malah dianggap sebagai pemecah belah masyarakat, musuh Negara, teroris atau pemberontak. Dan Islam yang dibawanya dianggap sebagai ajaran yang berlawanan dengan idiologi bangsa.

Tentusaja, yang dipinggirkan (diasingkan) adalah konsep Islam yang mengandung ajaran politik (Islam politik), sementara ajaran Islam yang mengajarkan ritual (Islam ritual) dibiarkan, dan Islam yang mengajarkan sosial (Islam sosial) dibantu untuk dibatasi.

Tuntunan Islam tentang hukum, politik, Negara, Jihad Fi Sabilillah, menjadi sasaran pengasingan, sehingga konsep politik Islam dan kenegaraan dianggap asing, bahkan aneh di tengah masyarakat. Sementara tuntunan Islam yang ritual seperti shalat, shaum, dan lain-lain masih dibiarkan tumbuh dan berkembang, walaupun kelak juga di asingkan pada akhirnya. Rasulullah SAW bersabda: “Ikatan Islam akan terlepas satu demi satu. Setiap kali satu ikatan terlepas, manusia akan bergantung pada ikatan berikutnya. Yang pertama kali akan terlepas adalah hukum (ad-daulah) dan yang terakhir adalah shalat”. (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).



Upaya mengalienasi (mengasingkan) Islam

Agenda besar para penguasa Dzalim itu ditindaklanjuti dengan langkah-langkah (Takhtith). Adapun langkah-langkah itu adalah sebagai berikut:

Tahrif (merobah-robah): merubah ubah isi Al-Kitab (wahyu Allah) dari tempatnya semula.

Sami’na wa ashoina (kami dengar tapi kami ingkari); Qur’an dan ajaran Islam didengar, dikaji, dianalisis tapi bukan untuk diamalkan, tetapi untuk diingkari

Wasma Ghairo Musmaien (mendengar tapi tidak mendengar); artinya mengacuhkan, mengabaikan hukum-hukum wahyu dan ajaran ajaran Islam. Islam dan Al-Qur’an tidak dijadikan sebagai sumber hukum tertinggi

Raaina (memutar-mutar lidah); memelintir ayat ayat Allah, untuk menjustifikasi kekuasaan dzalim atau untuk melegalkan kemaksiatan. Artinya menggunakan ayat Allah untuk pembenaran atas rezim tirani atau kejahiliyyahan.

Yaktumuuna ayaat (menyembunyikan ayat-ayat Allah); menyembunyikan Ayat-ayat Allah (ajaran islam) yang mengandung tuntutan politik dan Jihad Fisabilillah.

Talbisul haq bil bathil, mencampuradukan kebenaran dengan kebatilan





Seluruh langkah-langkah pengasingan Islam itu bisa kita lihat dalam QS An-Nisa (4) ayat 44-46, Al-Baqarah (2) ayat 159 dan Al-Baqarah (2) ayat 42. *** (waiman)

pernah dimuat dalam MAJALAH AMANU

almukaromah, 18 Maret 2017
Share:

0 komentar:

Posting Komentar