Sabtu, 28 Januari 2017

Mencintai Rasulullah


Kewajiban Mencintai Rasul

a~ Firman Allah Ta’ala

قل إن كان آباؤكم وأبنآؤكم وإخوانكم وأزواجكم وعشيرتكم وأموال اقترفتموها وتجارة تخشون كسادها ومساكن ترضونها أحب إليكم من الله ورسوله وجهاد في سبيله فتربصوا حتى يأتي الله بأمره والله لا يهدي القوم الفاسقين

“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS At-Taubah (9) ayat 24)

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“(QS. Ali Imran: 31)

b~ Hadits Rasulullah SAW

Diriwayatkan dari Anas t, dari Nabi r, bahwa beliau bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Tidaklah (sempurna) iman salah seorang di antara kalian sehingga aku lebih dicintainya daripada orangtuanya, anaknya dan segenap umat manusia.” (HR. Bukhari I/14 no.15, dan Muslim I/167 no.44)

Dalam Shahih Al-Bukhari diriwayatkan, bahwa Umar bin Khathab r berkata kepada Nabi r :

لأَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلاَّ مِنْ نَفْسِيْ . فَقَالَ : لاَ وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ . فَقَالَ : لَهُ عُمَرُ : فَإِنَّكَ اْلآنَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِيْ . فَقَالَ : اْلآنَ يَا عُمَرُ

“Sesungguhnya engkau wahai Rasulullah, adalah orang yang paling aku cintai daripada segala sesuatu selain diriku sendiri.” Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda, ‘Tidak, demi Dzat yang jiwaku ada di TanganNya, sehingga aku lebih engkau cintai dari dirimu sendiri’. Maka Umar berkata kepada beliau, ‘Sekarang ini engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.’ Maka Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda, ‘Sekarang (telah sempurna kecintaanmu (imanmu) padaku) wahai Umar.” (HR. Bukhari VI/2445 no.6257

Dari Anas t, dari Nabi r, bahwa beliau bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Tidaklah (sempurna) iman salah seorang di antara kalian sehingga aku lebih dicintainya daripada orangtuanya, anaknya dan segenap umat manusia.” (HR. Bukhari I/14 no.15, dan Muslim I/167 no.70, An-Nasai VIII/114 no.5013, Ibnu Majah I/26 no.67, dan Ahmad III/177 no.12837)

Dari Anas t, ia berkata: Rasulullah r bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Tidaklah (sempurna) iman seorang hamba sehingga aku lebih dicintainya daripada keluarganya, hartanya dan segenap umat manusia.” (HR. Muslim I/67 no.69, An-Nasai VIII/115 no.5014).

Diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari dan Muslim dari Anas t, dari Nabi r, beliau bersabda:

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اِلإِيْمَانِ : أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا 

“Ada tiga perkara yang bila seseorang memilikinya, niscaya akan merasakan manisnya iman, ‘Yaitu, kecintaannya pada Allah dan RasulNya lebih dari cintanya kepada selain keduanya……”. (HR. Bukhari I/14 no.16, 21 dan 6542, dan Muslim I/66 no.43).

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَتَى السَّاعَةُ قَالَ « وَمَا أَعْدَدْتَ لِلسَّاعَةِ ». قَالَ حُبَّ اللَّهِ وَرَسُولِهِ قَالَ « فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ ».

قَالَ أَنَسٌ فَمَا فَرِحْنَا بَعْدَ الإِسْلاَمِ فَرَحًا أَشَدَّ مِنْ قَوْلِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- « فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ ». قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ فَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِأَعْمَالِهِمْ.

Dari Anas bin Malik t, ia berkata: “seseorang datang menemui Rasulullah r dan berkata: “Wahai Rasulullah, kapan akan terjadi hari kiamat?” beliau bersabda: “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” ia menjawab: “kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya.” Lali beliau bersabda: “sesungguhnya engkau akan bersama-sama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Muslim IV/2032 no.2639, dan Ahmad III/192 no.13016).
.

Ancaman bagi yang membenci & menghina Rasul

a~ Firman Allah Ta’ala

Adzab Allah dijanjikan bagi yang mencintai sesuatu diatas kecintaannya kepada Allah, Rasul dan Jihad

قل إن كان آباؤكم وأبنآؤكم وإخوانكم وأزواجكم وعشيرتكم وأموال اقترفتموها وتجارة تخشون كسادها ومساكن ترضونها أحب إليكم من الله ورسوله وجهاد في سبيله فتربصوا حتى يأتي الله بأمره والله لا يهدي القوم الفاسقين

“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS At-Taubah (9) ayat 24)

Adzab yang pedih bagi yang menyakiti Nabi :

ومنهم الذين يؤذون النبي ويقولون هو أذن قل أذن خير لكم يؤمن بالله ويؤمن للمؤمنين ورحمة للذين آمنوا منكم والذين يؤذون رسول الله لهم عذاب أليم

Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: “Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya”. Katakanlah: “Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu”. Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka adzab yang pedih. (QS At-Taubah (9) ayat 61)

Siapa saja yang menyakiti Allah SWT dan Rasulullah SAW, maka ia dilaknat di dunia dan akhirat serta akan mendapat azab yang menghinakan

إن الذين يؤذون الله ورسوله لعنهم الله في الدنيا والآخرة وأعد لهم عذابا مهينا

Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan. (QS Al-Ahzab (33) ayat 57)

b~ Hadits Rasulullah SAW

Tidak sempurna keimanannya jika mencintai sesuatu diatas cintanya kepada Allah dan rasul-Nya.

لاَ يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Tidaklah (sempurna) iman seorang hamba sehingga aku lebih dicintainya daripada keluarganya, hartanya dan segenap umat manusia.” (HR. Muslim I/67 no.69, An-Nasai VIII/115 no.5014).

Hukuman mati bagi penghina Rasul:


Dalam Shahih Al-Bukhari hadits ke – 4.141 & 4.750 dan Shahih Muslim hadits ke – 2.770 bahwa Rasulullah SAW menyampaikan kekecewaannya yang mendalam tentang orang yang menyebarkan fitnah terhadap istrinya, Sayyidatuna ‘Aisyah ra, dalam peristiwa Al-Ifik, lalu tampil Sa’ad ibnu Muadz ra menyatakan siap MEMBUNUH siapa saja yang telah menyakiti hati Rasulullah SAW, maka Rasulullah SAW saat itu tidak mengingkarinya dan tidak pula melarangnya.

Dalam Shahih Al-Bukhari hadits ke – 4.037 dan Shahih Muslim hadits ke – 1.801 bersumber dari Jabir ibnu Abdullah ra bahwa Rasulullah SAW mengutus Muhammad ibnu Maslamah ra untuk MEMBUNUH Ka’ab Ibnu Al-Asyraf karena menghina dan mengkhianati Rasulullah SAW. Hal ini diriwayatkan pula oleh Abu Daud, An-Nasai dan Al-Humaidi serta lainnya.

Dalam Shahih Al-Bukhari hadits ke – 4.038, 4.039 dan 4.040 yang bersumber dari Al-Barra ibnu ‘Azib ra bahwa Rasulullah SAW mengutus beberapa orang Anshor untuk MEMBUNUH Abu Rafi’ Abdullah Ibnu Abi Al-Huqaiq karena sering menghina dan menista beliau. Hal ini diceritakan pula oleh Ibnu Ishaq, Ibnu Hisyam, Al-Waqidi, Ibnu Sa’ad, Ath-Thabari dan Ad-Dimyathi.

Dalam Sunan Abi Daud hadits ke – 2.683 & 4.359 bahwa Rasulullah SAW saat Fathu Makkah menyebutkan beberapa nama yang sering menghinanya dan memerintahkan untuk MEMBUNUH mereka walau bergelantungan di kain Ka’bah. Hal ini diriwayatkan pula oleh An-Nasai, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Abdurazzaq, Abu Yala, Al-Bazzar, Ath-Thahawi, Ath-Thabari, Al-Waqidi, Ibnu Sa’ad, Ibnu Hisyam, dan lain-lain.

Dalam Sunan Abi Daud hadits ke – 4.361 yang bersumber dari Abdullah ibnu ‘Abbas ra bahwa seorang muslim tunanetra MEMBUNUH hamba sahayanya yang telah melahirkan anak baginya dengan tusukan pedang pendek karena sering menghina dan mencaci-maki Rasulullah SAW. Lalu Rasulullah SAW mengumumkan didepan para sahabat bahwa wanita tersebut halal ditumpahkan darahnya dan beliau membebaskan si muslim tunanetra yang membunuhnya. Hal ini diriwayatkan juga oleh An-Nasai, Al-Hakim, Ad-Daraquthni dan Al-Baihaqi.

Dalam Sunan Abi Daud hadits ke – 4.362 yang bersumber dari Ali ibnu Abi Thalib krw bahwa seorang muslim MEMBUNUH dengan mencekik hingga mati WANITA YAHUDI yang menghina Nabi SAW, lalu Rasulullah SAW menghalalkan darah wanita tersebut dan tidak menghukum si muslim yang membunuhnya. Hal ini diriwayatkan pula oleh Ahmad dan Al-Baihaqi.

Diriwayatkan oleh Al-Waqidi, Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam tentang sahabat bernama Salim ibnu ‘Umair An-Najjar ra yang MEMBUNUH Abu ‘Afak karena telah menghina dan mencemooh Rasulullah SAW, lalu ia tidak dihukum oleh Nabi SAW atas pembunuhan tersebut.

Diriwayatkan oleh Al-Waqidi bahwa ‘Umair ibnu ‘Adi Al-Khathmi ra MEMBUNUH ‘Ashma’ Binti Marwan karena menghina Rasulullah SAW dan menista Islam. Lalu Rasulullah SAW memujinya dan menyatakan bahwa ‘Umair telah membela Allah dan Rasul-Nya. Kisah ini diriwayatkan juga oleh Ibnu Hajar dalam Al-Ishabah.

Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam Mushonnaf nya dan Abu Nu’aim Al-Ishfahani dalam kitab Al-Hilyah yang bersumber dari Abdullah ibnu Abbas ra bahwa seorang musyrik menghina Rasulullah SAW, lalu beliau bertanya kepada para sahabatnya tentang siapa yang siap menyelesaikan musuhnya, maka tampil Zubair ibnu Al-‘Awwam ra yang MEMBUNUH si musyrik tersebut.

Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam Mushonnaf nya dan Al-Baihaqi dalam Sunan nya serta Ibnu Hazm dalam kitab Al-Muhalla bahwa seseorang telah menistakan Rasulullah SAW, lalu beliau bertanya kepada para sahabatnya tentang siapa yang siap menyelesaikan musuhnya, maka tampil Khalid ibnu Al-Walid ra yang MEMBUNUH si penista tersebut.

Diriwayatkan oleh Al-Qodhi ‘Iyadh dalam kitab Asy-Syifa dan Ath-Thabrani dalam kitab Al-Mu’jam Al-Awsath & Al-Mu’jam Ash-Shogir yang bersumber dari Ali Ar-Ridho dari Musa Al-Kazhim dari Ja’far Ash-Shadiq dari Muhammad Al-Baqir dari Ali Zainal Abidin dari Al-Husain dari Ali ibnu Abi Thalib rodhiyallahu ‘anhum bahwa Rasulullah SAW bersabda : ”Barangsiapa yang mencerca Nabi maka BUNUHLAH ia, dan barang siapa yang mencerca sahabatku maka pukullah ia.”

Dalam Sunan Abu Daud hadits ke – 4.363 diriwayatkan sebuah atsar bersumber dari Abu Barzah ra yang bercerita bahwa ketika ada seseorang yang bersikap kasar dan tidak sopan terhadap Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, lalu ia meminta izin untuk membunuhnya, maka Abu Bakar ra menjawab bahwasanya tidak boleh membunuh orang yang menghinanya kecuali jika menghina Rasulullah SAW. Hal ini diriwayatkan juga oleh An-Nasai, Al-Hakim, Ahmad, Al-Baihaqi, Al-Humaidi dan Abu Ya’la.

Diriwayatkan oleh Al-Karmani sebuah atsar yang bersumber dari Mujahid bahwasanya Umar ibnu Al-Khaththab ra pernah menyatakan :”Barangsiapa mencerca Allah atau mencaci salah satu Nabi maka BUNUHLAH ia.”

Diriwayatkan juga sebuah atsar lain oleh Al-Karmani yang bersumber dari Laits bahwa Abdullah ibnu Abbas ra pernah menyatakan bahwasanya seorang muslim yang mencerca Rasulullah SAW mesti dituntut bertaubat, jika menolak maka DIBUNUH, sedang seorang kafir yang mencaci Rasulullah SAW maka ia DIBUNUH.

Diriwayatkan oleh Al-Khallal sebuah atsar dalam Al-Jami’ nya bahwa Abdullah ibnu Umar ra tatkala dikabarkan tentang seorang kafir dzimmi yang menghina Rasulullah SAW, maka ia berkata : ”Jika aku mendengarnya niscaya aku BUNUH dia, tidaklah kami berdamai dengan mereka untuk mencerca Nabi kami !”

Diriwayatkan oleh Al-Qodhi ‘Iyadh dalam kitab Asy-Syifa sebuah atsar bahwasanya Khalid ibnu Al-Walid ra MEMBUNUH Malik ibnu Nuwairah karena ia menyebut Rasulullah SAW dengan ungkapan : ”Sahabat kalian !” dengan nada menghina.

Diriwayatkan oleh Ibnu Hazm dalam kitab Al-Muhalla sebuah atsar bahwa ketika ada orang yang menghina Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz di Kufah, maka beliau menyurati Gubernur Kufah untuk tidak membunuh penghina Khalifah kecuali jika yang dihina adalah Rasulullah SAW.

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim Al-Ishfahani dalam kitab Ad-Dalail dan Al-Fakihi dalam kitab Akhbar Makkah yang bersumber dari Abdullah ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW mengabarkan bahwasanya Jin ‘Ifrit yang bernama SAMHAJ telah masuk Islam dan MEMBUNUH Jin Kafir yang bernama MIS’AR karena telah melecehkan yang haq dan menistakan Rasulullah SAW. Samhaj pun dipuji oleh Nabi SAW dan diberi nama ABDULLAH. Samhaj ini dikatagorikan sebagai sahabat Nabi SAW oleh Ibnu Hajar dalam kitab Al-Ishabah dan oleh Ibnu Al-Atsir dalam kitab Usud Al-Ghabah.

oOo

semoga bermanfaat

wassalaam.. (wakariem)

almukaromah, 29 januari 2017
Share:

Jiwa Baru Ikrimah

Seorang pemuda yang gagah dan pandai bertempur itu, kini memendam dendam tiada tara terhadap Rasulullah SAW dan Islam. Terutama ketika bapaknya “Abu Jahal” terkapar menjadi mayat di perang Badar, tewas ditangan Tentara Islam dibawah pimpinan Rasulullah SAW. Saat perang Badar, ia menjadi pasukan sayap kiri di front Tentara Musyrikin.

Ikrimah Bin Abi Jahal kini terjun dalam perang Uhud. Kini ia menempati sayap kanan Tentara Musyrikin, sementara kawan se akademisi militernya yaitu Khalid Bin Walid menempati sayap kanan pasukan musyrikin. Kemenangan dalam perang Uhud, membuatnya begitu senang seakan seperempat dendamnya sudah tersalurkan. Lebih-lebih, saat Rasulullah SAW (Panglima Perang Tentara Islam), dilaporkan mengalami cedera yang sangat parah.

Ketika Tentara Musyrikin Makkah, mengerahkan kabilah kabilah sekutunya untuk mengepung Madinah, Ikrimah kembali memegang peranan penting. Kali ini ia sangat berharap Umat Islam hancur sekali serang. Pecahlah Perang Ahzab (Perang Sekutu) atau disebut juga Perang Khandaq (Perang Parit).

Harapan besar “menggebuk” Umat Islam, ternyata menemui kenyataan pahit. Parit besar yang menganga, menghalangi Ikrimah dan pasukan tentara musyrikin untuk menyerang Madinah. Putus asa kini melanda Tentara Musyrikin, karena dalam perang Ahzab ini Tentara Musyrikin dan sekutu sekutunya kocar kacir di serang hawa dingin dan hujan lebat, serta banjir yang menghanyutkan logistik logistik perbekalan mereka.

Akhirnya mereka kembali ke Makkah sambil membawa kekalahan dan kekecewaan yang berat. Sebaliknya Umat Islam merayakan kemenangan Ahzab dengan suka cita. Lebih lebih saat Rasulullah SAW merubah strategi perang dari deffensif (bertahan) menjadi ofensif (menyerang).

Dendam yang sedikit terbayar di Uhud, kini kembali menguat setelah kekalahan perang Ahzab. Degup jantung amarah Ikrimah, semakin tidak terkendali, aliran darah kedendaman-nya semakin mengalir deras memanaskan isi kepalanya.

Parahnya, pasukan Tentara Musyrikin kini dilanda ketakutan (kekalahan psikologis), tidak ada lagi keberanian melawan Tentara Islam. Abu Sufyan dan Ikrimah sudah habis tenaga memompa semangat dan keberanian tentaranya, tetapi tetap saja adrenalin keberanian tentara musyrikin tidak naik satu garispun.

Puncaknya disaat Futuh Makkah (operasi penaklukan Makkah) oleh Rasulullah SAW dan Tentara Islam. Tentara Musyrikin sudah kehilangan keberanian, mereka hanya menunggu apapun yang terjadi.

Tinggal Ikrimah Bin Abi Jahl yang masih menggelora semangat dan keberaniannya melawan Tentara Islam. Terjadilah pertempuran kecil. Celakanya, saat pertempuran kecil mempertahankan Makkah dari serbuan Umat Islam, ia harus berhadapan dengan mantan sahabatnya dulu, yaitu Khalid Bin Walid yang sudah lebih dulu masuk Islam. Pertempuran kecil itu dapat diselesaikan Khalid (tentara Islam) dengan cepat, karena Ikrimah tidak didukung penuh oleh keberanian total pasukannya.

Makkah akhirnya dapat dibebaskan dari cengkraman Musyrikin, pemerintahan syirik Hijaz kini runtuh ditangan Rasulullah SAW. Islam mencapai kemerdekaannya dan manusia kini lepas dari penjajahan sesama menuju penghambaan terhadap Allah SWT.

Rasulullah SAW memberi amnesti umum, mereka yang dulu memerangi, membunuh dan mengusir umat Islam semuanya diampuni. Rakyat yang dulu dalam kegelapan dan kedzaliman penguasa musyrikin Hijaz kini di terangi cahaya Allah yang menyebarkan keadilan dan kesejahteraan yang sempurna. Dijalan jalan bergema takbir, tahlil dan tahmid tanda suka cita dan syukur masyarakat kepada Allah SWT.

Tetapi ada 4 orang yang harus dieksekusi sesuai maklumat Pemimpin Tertinggi Negara Islam “Rasulullah SAW”: “Bunuhlah mereka meskipun kalian menemukan mereka sedang berpegangan pada kain Ka’bah.” Mereka adalah Ikrimah bin Abu Jahl, Abdullah bin Khothl, Maqis bin Shobabah dan Abdullah bin Sa’d bin Abis Sarh”

Sementara itu, Ikrimah melarikan diri ke luar negri dengan mengarungi lautan, karena ketakutan.

Dalam perjalanan, terjadi badai yang menggoyang perahu yang ditumpangi Ikrimah. Suasana dalam perahu menjadi panik seketika itu. Rupanya suasana inilah yang menjadi titik balik Ikrimah Bin Abi Jahl, ia berhasil disadarkan oleh salah seorang awak kapal agar ikhlash (bertauhid). Dan Ikrimah kini lunak hatinya dan bertekad masuk Islam. Ia berjanji akan menemui Rasulullah SAW jika sudah sampai daratan dan merasa yakin jika Rasulullah akan memaafkannya.

Ketika perahu itu selamat sampai daratan, Ikrimah turun, segera ia menemui istrinya “Ummu Hakim”. Dan Istrinya yang sudah lebih dulu masuk Islam sangat senang dengan kembalinya suami tercinta dari pelariannya. Ummu Hakim berhasil meyakinkan diri Ikrimah agar menghadap Rasulullah, karena Rasulullah pasti akan mengabulkan grasi (permohonan ampun) yang diajukannya.

Ternyata, apa yang diyakinkan istrinya adalah benar. Rasulullah membaiat Ikrimah untuk masuk Islam dan memberi pengampunan terhadap Ikrimah. Sehingga nama Ikrimah sebagai “buronan”dengan tuduhan penjahat perang dihapus dalam daftar.

Umat Islam bergembira, terlebih Khalid Bin Walid, mantan sahabatnya dahulu. Menyambut “mutiara” yang terbenam dalam lumpur Jahiliyyah, kini berhasil dibersihkan dengan Tauhid. Sang Mutiara jahiliyyah kini menjadi Mutiara Islam. Ikrimah yang dahulu penentang dan musuh Islam sudah tiada, kini telah lahir Ikrimah Pahlawan Islam.

Kelak Ikrimah betul betul menjadi Pahlawan Islam. Syahadat yang dikumandangkannya telah menjadi tenaga REVOLUSIONER yang kuat yang mengubah IKRIMAH Musuh Islam menjadi IKRIMAH PAHLAWAN ISLAM.

Syahadat mengubah Ikrimah yang dahulu Musyrik menjadi tauhid, mengubah Ikrimah yang dahulu memusuhi Rasul menjadi Loyalis Rasul, Loyalis Pemimpin Islam.


(Insya Allah kisah Ikrimah ini akan dilanjutkan)****

semoga bermanfaat

(wakariem)

almukaromah, 28 januari 2017
Share:

Kamis, 26 Januari 2017

Wudlu'; pengertian, Fungsi & keutamaan

Pengertian Wudlu'

Secara bahasa wudhu ( الوُضوء ) berarti husnu/keindahan dan nadhofah/kebersihan, wudhu untuk sholat dikatakan sebagai wudhu karena ia membersihkan anggota wudhu dan memperindahnya [[Lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim oleh An Nawawi rohimahullah hal. 95/III. Hal senada juga dikatakan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolaniy rohimahullah dalam Fathul Baari hal. 214/I.]].

Sedangkan menurut Istilah syara' wudlu' adalah membersihkan anggota badan yang empat (anggota wudlu') dalam rangka mengabdi (ibadah) kepada Allah Ta'ala. Pengertian ini berdasarkan QS Al-maidah (5) ayat 6:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS Al-maidah (5) ayat 6)

Fungsi Wudlu'

1. Sebagai syarat sahnya Shalat (bersih dari hadats kecil)

Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

artinya;“Shalat salah seorang di antara kalian tidak akan diterima -ketika masih Berhadats- sampai dia berwudhu.” (HR. Muslim 225)

2. Sebagai penghapus dosa kecil dan pengangkat derajat

Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ

artinya: "Maukah kalian aku tunjukkan tentang sesuatu (amalan) yang dengannya Allah menghapuskan dosa-dosa, dan mengangkat derajat-derajat?" Mereka berkata, "Mau, wahai Rasulullah!!" Beliau bersabda, "(Amalan itu) adalah menyempurnakan wudhu’ di waktu yang tak menyenangkan, banyaknya langkah menuju masjid, dan menunggu sholat setelah menunaikan sholat. Itulah pos penjagaan". [HR. Muslim (586)]

3. Sebagai tanda Pengikut Nabi SAW

Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- telah mengabarkan kepada kita bahwa beliau akan mengenali ummatnya di Padang Mahsyar dengan adanya cahaya pada anggota tubuh mereka, karena pengaruh wudhu’ mereka ketika di dunia.

تَبْلُغُ الْحِلْيَةُ مِنْ الْمُؤْمِنِ حَيْثُ يَبْلُغُ الْوَضُوءُ

"Perhiasan (cahaya) seorang mukmin akan mencapai tempat yang dicapai oleh wudhu’nya". [Muslim dalam Ath-Thoharoh, bab: Tablugh Al-Hilyah haits Yablugh Al-Wudhu' (585)]

Dari Abu Hurairah -radhiyallahu anhu- berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى الْمَقْبُرَةَ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ وَدِدْتُ أَنَّا قَدْ رَأَيْنَا إِخْوَانَنَا قَالُوا أَوَلَسْنَا إِخْوَانَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَنْتُمْ أَصْحَابِي وَإِخْوَانُنَا الَّذِينَ لَمْ يَأْتُوا بَعْدُ فَقَالُوا كَيْفَ تَعْرِفُ مَنْ لَمْ يَأْتِ بَعْدُ مِنْ أُمَّتِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ رَجُلًا لَهُ خَيْلٌ غُرٌّ مُحَجَّلَةٌ بَيْنَ ظَهْرَيْ خَيْلٍ دُهْمٍ بُهْمٍ أَلَا يَعْرِفُ خَيْلَهُ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِنَّهُمْ يَأْتُونَ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ الْوُضُوءِ وَأَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الْحَوْضِ أَلَا لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِي كَمَا يُذَادُ الْبَعِيرُ الضَّالُّ أُنَادِيهِمْ أَلَا هَلُمَّ فَيُقَالُ إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا

"Rasulullah SAW pernah mendatangi pekuburan seraya bersabda, "Semoga keselamatan bagi kalian wahai rumah kaum mukminin. Aku sangat ingin melihat saudara-saudara kami". Mereka (para sahabat) berkata, "Bukankah kami adalah saudara-saudaramu wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Kalian adalah para sahabatku. Sedang saudara kami adalah orang-orang yang belum datang berikutnya". Mereka berkata, "Bagaimana anda mengenal orang-orang yang belum datang berikutnya dari kalangan umatmu wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Bagaimana pandanganmu jika seseorang memiliki seekor kuda yang putih wajah, dan kakinya diantara kuda yang hitam pekat. Bukankah ia bisa mengenal kudanya". Mereka berkata, "Betul, wahai Rasulullah". Beliau bersabda, "Sesungguhnya mereka (umat beliau) akan datang dalam keadaan putih wajah dan kakinya karena wudhu’. Sedang aku akan mendahului mereka menuju telaga. Ingatlah, sungguh akan terusir beberapa orang dari telagaku sebagaimana onta tersesat terusir. Aku memanggil mereka, "Ingat, kemarilah!!" Lalu dikatakan (kepadaku), "Sesungguhnya mereka melakukan perubahan setelahmu". Lalu aku katakan, "Semoga Allah menjauhkan mereka". [HR. Muslim dalam Ath-Thoharoh, bab: Istihbab Itholah Al-Ghurroh (583)]

4. Sebagai Pelepas Ikatan Setan

Rasulullah SAW bersabda:


يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إِذَا هُوَ نَامَ ثَلاَثَ عُقَدٍ يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ فَارْقُدْ فَإِنْ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَإِنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ وَإِلَّا أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلَانَ

"Setan membuat tiga ikatan pada tengkuk seorang diantara kalian jika ia tidur. Setan akan memukul setiap ikatan itu (seraya membisikkan), "Bagimu malam yang panjang, maka tidurlah". Jika ia bangun seraya menyebut Allah (berdzikir), maka terlepaslah sebuah ikatan. Jika ia berwudhu’, maka sebuah ikatan yang lain terlepas. Jika ia sholat, maka sebuah ikatan akan terlepas lagi. Lantaran itu, ia akan menjadi bersemangat lagi baik jiwanya. Jika tidak demikian, maka ia akan jelek jiwanya lagi malas". [HR. Al-Bukhoriy (1142 & 3269) dan Muslim (1816)]


Keutamaan Wudlu'

Orang yang selalu berwudlu akan cerah wajah dan kakinya karena atsar dari wudlu. Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: 

إِنَّ أُمَّتِي يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ

"Sesungguhnya umatku akan dipanggil pada hari kiamat nanti dalam keadaan dahi, kedua tangan dan kaki mereka bercahaya, karena bekas wudhu'." (HR. Al Bukhari no. 136 dan Muslim no. 246). (wakariem)****

semoga bermanfaat.
almukaromah, 27 Januari 2017


Share:

Cahaya Diatas Cahaya

“Alloh (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Alloh, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak disebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya diatas cahaya (berlapis-lapis), Alloh membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Alloh membuat perumpamaan bagi manusia, dan Alloh Maha Mengetahui segala sesuatu.”  (Qs. An Nur:35).


Ooo


Al-Qur’an adalah Cahaya Allah’ yang Allah ibaratkan dengan PELITA didalam kaca, seakan akan bintang yang bercahaya seperti mutiara. Cahaya Qur’an ibarat pelita (lampu) yang menerangi dan terangnya terus menerus seperti bintang dilangit yang tak pernah redup apalagi padam. Sumber cahaya dalam pelita itu diselimuti kaca bening sehingga cahayanya berlapis lapis dan memancarkan effek terang yang sangat benderang.

Api dalam pelita itu dinyalakan oleh minyak dari pohon zaitun yang menyebabkan semburan api sebagai sumber cahaya tersebut selalu menyala. Karena minyak zaitun itupun sudah terang walaupun tidak disentuh api.

Pelita tersebut disimpan dalam lubang yang tak tembus, ini artinya akan terjaga dan tidak aka nada yang mampu dirusak oleh angin baik dari barat maupun dari timur. Itulah qur’an cahaya diatas cahaya. Begitulah Allah SWT mengibaratkan Qur’an sebagai Nuurun Ala Nurin / Cahaya diatas cahaya.

Ooo

Untuk apa cahaya itu?

Jika seseorang berada dalam ruangan yang gelap maka ia tidak akan bisa melihat benda benda didalam ruangan, tidak bisa membedakan benda benda apakah benda ini berbahaya atau bermanfaat, apakah benda ini baik atau buruk dan lain sebagainya, sehingga ia tidak akan dapat memutuskan dengan tepat akan setiap langkahnya.

Keadaan sebaliknya jika ruangan itu dinyalakan pelita yang memancarkan cahaya terang benderang, apa yang terjadi?. Pasti ia dapat melihat dengan jelas benda benda didalam ruangan itu. Mana benda yang bermanfaat dan berbahaya, mana benda yang baik dan yang buruk sehingga ia dapat mengambil keputusan dengan tepat dalam langkahnya.

Begitulah Al-Qur’an ia akan menjadi cahaya yang menerangi sehingga manusia dapat membedakan mana benar mana salah mana baik mana buruk mana halal mana haram.

Ooo

Dimana pelita itu dinyalakan?


Pelita itu dinyalakan didalam ruangan agar ruangan terang, maka dalam QS 24/36 Allah berfirman: “Bertasbih kepada Allah di rumah-rumah yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang,”.

Yaitu di buyut (rumah-rumah), kumpulan rumah-rumah itu adalah Baldah (negri), maka Qur’an harus menjadi CAHAYA dalam setiap negri. Negri yang diijinkan oleh Allah SWT untuk disebut Nama-Nya yaitu suatu negri yang berdiri atas nama Allah.

Negri yang dikucuri karunia oleh Allah, negri yang mengakui Allah sebagai Pemegang Kedaulatan dan Kekuasaan Tertingginya. Baldah Thoyyibah Wa Robbun Ghafur.

Sebab hanya dalam negri tersebut Al-Qur’an dijadikan sebgai sumber hukum tertinggi, sehingga memancarkan Cahayanya sampai kepelosok pelosok. Memberi panduan dan tutunan akan halal dan haram, legal dan illegal, baik dan buruk, harus dan jangan.

Itulah Negri yang diijinkan oleh Allah SWT untuk disebut nama-Nya, karena telah menjadikan negrinya sebagai ruang terbuka untuk menerima segala aturan dari Cahaya Diatas Cahaya (Qur’an). Dan karena Qur’an disetiap suratnya dimulai dengan menyebut nama Allah.

Sungguh negri yang tidak dinyalakan pelita Qur’an (Qur’an tidak dijadikan sumber hukum), adalah negri yang DZULUMAT (pekat dengan kegelapan) walaupun negri itu subur makmur, gemah ripah loh jinawi tetapi tetap tidak akan membawa pada Rahmatan lil Aalamin (keadilan, kesejahteraan, kecerdasan dan kemakmuran) bagi penduduknya.

Ooo

Untuk siapa Cahaya Terang itu?

Yaitu untuk Rijal (manusia) yang tidak terlalaikan oleh perniagaan dan perdagangan dari dzkir kepada Allah. “laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.” ( QS 24/37)

Yaitu bagi manusia yang berada diruang negri yang dicahayai oleh Nur Ala Nur tersebut. Dan manusia manusia itu pulalah yang akan menyalakan api pelita Qur’an dengan MINYAK ZAITUN (darah dan keringat syuhada ).

Sebab Pelita Qur’an tidak akan menyala jika tidak Dinyalakan oleh Rijal (manusia) yang focus pada keselamatan dirinya di akhirat, manusia yang semangat memperjuangakan nyala pelita Qur’an disetiap negri. Yaitu Para rasul dan para pengikutnya yang berjuang serpanjang masa demi terbitnya CAHAYA ILAHY dan sirnanya DZULUMAT (Kegelapan).


(Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dari kegelapan kepada cahaya dan mengerjakan amal-amal yang shaleh . Dan barang siapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang shaleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya.” 

Apakah rumah (buyut) Nusantara ini akan menjadi buyut yang diterangi cahaya ilahy?  (waiman)****


semoga bermanfaat
Almukaromah, 27 Januari 2017
Share:

Penyakit Suka Pamer

Amal shaleh itu bukan barang pameran, bukan untuk dipertontonkan; bukan untuk mencari riuhnya tepukan dan ramainya pujian. Amal shaleh tidak usah menuntut disematkannya lencana bintang penghargaan tanda ia telah berjasa.

Sifat suka pamer, dan mencari ketenaran dalam beramal shaleh, adalah penyakit berbahaya, yang paling ditakuti Rasulullah terjangkit dalam diri seorang mukmin, bahayanya melebihi bahaya Dajjal. Dalam terminology Islam sifat suka pamer ini adalah Riya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Maukah kamu kuberitahu tentang sesuatau yang menurutku lebih aku khawatirkan terhadap kalian daripada (fitnah) Al masih Ad Dajjal? Para sahabat berkata, “Tentu saja”. Beliau bersabda, “Syirik khafi (yang tersembunyi), yaitu ketika sesorang berdiri mengerjakan shalat, dia perbagus shalatnya karena mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya “ (HR AHMAD)

Rasulullah SAW bersabda: “ Sesuatu yang aku khawatrikan menimpa kalian adalah perbuatan syirik asghar. Ketika beliau ditanya tentang maksudnya, beliau menjawab: ‘(contohnya) adalah riya’ ” (HR Ahmad & Thabrani)

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul Baari berkata: “Riya’ ialah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu”. 

Imam Al-Ghazali, riya’ adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan. 

Tegasnya Riya itu beramal tidak Ikhlash, tetapi motivasinya adalah agar dipuji atau mengharapkan penghargaan manusia. Sementara Ikhslash adalah beramal hanya dengan niat lurus karena Allah, karena diperintah Allah, karena ingin mendapatkan ridha Allah, Lillahi Ta’ala.

Riya’ dibagi kedalam dua tingkatan: 

riya’ kholish yaitu melakukan ibadah semata-mata hanya untuk mendapatkan pujian dari manusia, 

riya’ syirik yaitu melakukan perbuatan karena niat menjalankan perintah Allah, dan juga karena untuk mendapatkan pujian dari manusia, dan keduanya bercampur”. 


Dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah mengumumkan bathalnya atau terhapusnya pahala amalan yang tercampur Riya, shalat, sedekah dan lainya akan menjadi sia-sia tek berarti.

“Janganlah kalian menghilangkan pahala shadaqah kalian dengan menyebut-nyebutnya atau menyakiti (perasaan si penerima) seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak berimana kepada Allah dan hari kemudian.” (Al-Baqarah: 264) 

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena riya” (Al Maa’uun 4-6) 

Bukan hanya itu saja, Rasulullah bersabda: “Siapa yang berlaku sum’ah maka akan diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah dan siapa yang berlaku riya maka akan dibalas dengan riya.” (HR. Bukhari) 

Maksudnya batangsiapa yang sum’ah (suka tenar), maka Allah akan perdengarkan aibnya kepada orang lain; dan barangsiapa yang Riya (suka pamer), maka Allah akan tampakan aibnya kepada orang lain.

Mudah-mudahan waspada dan terhindar dari penyakit ini…amien. cag. (wakariem)

Almukaromah, 26 Agustus 2017.
Share:

Selasa, 24 Januari 2017

Bersumpah Dengan Nama Selain Allah

TANYA:

Ada orang yang bersumpah dengan mengatakan: “Demi Allah, Demi Rasulullah!”, bolehkah bersumpah seperti itu?

JAWAB:

Rasulullah SAW bersabda:

من كان حالفا فليحلف بالله أو ليصمت

“barangsiapa yang bersumpah, maka bersumpahlah dengan nama Allah atau hendaknya ia diam” (HR. Al Bukhari, 6646).

من حلف بغير الله فقد كفر أو أشرك

“barangsiapa bersumpah atas nama selain Allah, maka ia telah kafir atau berbuat syirik” (HR. Ahmad, Abu Daud, Al Baihaqi, dishahihkan oleh Ahmad Syakir dalam takhrij Musnad Ahmad 7/199).


Kedua hadits itu secara umum berfaidah bahwa bersumpah harus atas nama Allah saja, misalnya “Demi Allah!” Atau “Wallahi! “ “Tallahi!. “.

Bersumpah atas nama selain Allah adalah terlarang, misalnya dengan ungkapan “demi Rasulullah!”, “demi malaikat!”, dan lain lain redaksinya.

Termasuk terlarang, menyandingkan nama Allah dengan nama selainya dalam bersumpah, misalnya dengan ungkapan: “Demi Allah, Demi Rasulullah!”.

Oo--

Wallahu A'lam bish shawab, wassalam.




(wakariem)
Almaghfirah, 25 Januari 2017.
Share:

Laa ILAAHA Illallah

Firman Allah SWT: Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Ilah (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang Mumin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu. (QS. 47:19)

Wazir Abu Mudzaffar dalam kitabnya Al-Ifsoh berkata: “Syahadat (persaksian) “Laa Ilaaha Illallah” (tiada Tuhan selain Allah), menuntut kepada yang bersaksi untuk mengilmui makna “Laa Ilaaha Illallah” ini sebagaimana firman Allah dalam QS  47:19. [1]

“LAA ILAAHA ILLALLAH” adalah “kalimah Tauhid” yang menjadi dasar tegaknya aqidah seorang muslim. Ia juga merupakan “kalimah Toyyibah” (kalimah yang baik) [QS 14:26]. Seperti “pohon yang baik”, Yaitu kalimah yang akarnya kuat menghunjam kedalam bumi dan batangnya menjulang tinggi kelangit serta senantiasa berbuah setiap musim.


MAKNA ILAH

“ILAH” berasal dari akar kata “aliha – Ya’luhu – Ilaahan”, artinya kecenderungan terhadap sesuatu. “ILAH” secara semantiq (bahasa) dapat berarti kecenderungan dan kerinduan seseorang kepada sesuatu yang ia cintai, dengan suatu harapan mendapat pertolongan dan perlindungan darinya dengan melakukan pengabdian untuknya”. [2]

Ibnu taimiyyah berkata: “AL_ILAH” artinya adalah “Al-Ma’bud”(yang di Ibadahi) Al-Muthoi (yang ditaati). Karena sesungghnya Al-Illah itu Ma’luh (yang dianggap Tuhan) dan Ma’luh itu yang berhaq di Ibadahi. Dia harus bersifat dengan sifat-sifat yang semestinya, yaitu dicintai dengan puncak kecintaan dan di taati dengan puncak ketaatan”.(3)

Abu Abdillah Al-Qurthubi menafsirkan Laa ilaaha illallah dengan “Laa Ma’buda Illa Huwa” (Tidak ada yang diIbadahi selain Dia)(4)

Ibnu Qoyyim berkata:” Al-Ilaah yaitu dimana hati merasa merendah kepada-Nya dalam bentuk Mahabbah (kecintaan) , Mengagungkan, memohon pertolongan, memuliakan, membesarkan, tunduk, takut, mengharap dan Tawakkal”(5)

Az-Zamakhsyari berkata: “ Al-Illah termasuk dari isim Ajnas (nama jenis), seperti manusia dan kuda. (dimana Al-Illah itu) digunakan untuk nama semua Ma’bud (yang di Ibadahi) baik terhadap (Illah) yang benar maupun yang Bathil, namun (penggunaannya) terkenal untuk Ma’bud yang benar”[6]. 

Jadi pada intinya, para ulama sepakat mengartikan “Illah” dengan pengertian “Ma’bud” (yang di Ibadahi). Ini Artinya, Al-Illah adalah objek pengabdian (Ibadah) dan darma Bakti manusia;, dan Alloh adalah Ilahul Haq (Illah yang sebenar-benarnya) dan Ilahul Wahhid (Illah yang Esa). Hal ini sesuai dengan konsep Laa ilaaha illalloh (tiada ilah / Tuhan selain Alloh).

Karena Al-Illah adalah Al-Ma’bud (yang di Ibadahi), dan menurut ibnu katsir [7} ibadah itu meliputi 3 hal, yakni berkumpulnya 3 kesempurnaan: (1).Kaamalul Mahabah (kesempurnaan kecintaan, (2). Kaamalul Khudlu’ (kesempurnaan ketundukan-kepatuhan), (3) Kaamalul Tadzallul (kesempurnaan rasa rendah diri) konsekwensinya: kemana tiga kesempurnaan sikap itu diarahkan, kesitulah dia ber-Illah (Tuhan).

MAKNA LAA ILAAHA ILLALLOH

Dalam kalimat Laa ilaaha illalloh, terkandung dua makna penting[8]:
1. Nafi (penolakan) seluruh bentuk Uluhiyyah (hak pengabdian) dari selain Alloh
2. Itsbat (menetapkan) Uluhiyyah (hak pengabdian Hamba) bagi Alloh yang Esa.

Musyahid (yang bersaksi) bahwa “ Tiada Ilah selain Alloh” dituntut untuk berani mengatakan “Tidak” terhadap segala bentuk Ilah (Tuhan) selain Alloh, dalam arti menolak, mengkufuri dan tidak mau kompromi terhadap segala bentuk Ilah (Tuhan) selain Alloh.

Dan dalam waktu yang bersamaan ia dituntut untuk berani mengatakan “Ya” terhadap Alloh, dalam arti siap setia, taat dan mengabdi hanya pada Alloh.

Firman Alloh SWT: “ Dan Kami telah utus pada setiap ummat seorang Rosul agar mereka beribadah (mengabdi) kepada Alloh dan menjauhi thoguth” (Q.S: 16:36)

Pengabdian Total (Q.S: 15:99) dan murni hanya pada Alloh (QS 39:2, 4:36), adalah bukti nyata pengamalan Laa ilaaha illalloh.

Kalimat tauhid ini dimulai dengan ungkapan “Laa” yang artinya “Tidak” dengan tiga muatan makna essensial yang terkandung dalam ungkapan “Laa” (Tidak) terhadap segala bentuk Ilah (Tuhan) selain Alloh, yaitu:

1. Nafy (menolak), tidak mengakui ilah selain Alloh, bahwa Alloh saja yang benar yang lain tidak (QS 31:30), maka turunannya hanya hokum / undang-undang Alloh yang haq (benar) dan diakui, selain itu tidak (QS 5:49-50)

2. Barro (berlepas diri), tidak ikut serta dalam tatanan peraturan atau system (prodak) ilah selain Alloh (60:4)

3. Shodama (siap menghancurkan), tidak bershabat dan tidak mau kompromi dengan segala bentuk Ilah selain Allah (60:4)

Kalimat tauhid ini juga dipungkasi dengan ungkapan “Illa” yang artinya”Hanya”, dengan tiga muatan makna essensial yang terkandung dalam ungkapan “Illa”, Hanya Alloh satu-satunya Ilah yang Haq (benar), yaitu:

1. Mahabbah, cinta sejati sepenuh jiwa kepada Alloh SWT (QS 2:165)
2. Khudlu, Tunduk patuh setia pada titah perintah Alloh SWT (QS 33:36)
3. Tadzallul, Berendah diri tiada arti dihadapan Alloh SWT semata


LOYALITAS DAN INDEPENDENSI

Salah satu konsekwensi dari Laa ilaaha illalloh (tauhid) adalah menegakkan Loyalitas (al-Wala’) dan independensi (Al-Barro). Kekeliruan menempatkan loyalitas dan independensi, dalam analisa tauhid akan sangat patal kejadiannya, bisa-bisa ia berada diluar jalur ke tauhidan.

Konsep Al-Wala’ (loyalitas) dan Barro (independensi) adalah suatu konsep terpenting dalam ajaran Islam yang wujud dari konsekwensi Laa ilaaha illalloh. Dimana konsep ini merupakan salah satu ciri khas Aqidah Islam. Tidak sempurna aqidahnya kecuali dengan menegakkan Al-Wala’ Wal Barro.

Dari segi bahasa Al-Wala’ artinya adalah kecintaan, kedekatan, setia, memprioritaskan dan membela (menolong), atau dalam kata lain dapat diartikan dalam satu kata, yaitu “Loyalitas”.

Sementara Al-Barro dari segi bahasa bermakna Kebencian, jauh dan permusuhan atau kita ringkaskan dalam arti satu kata yaitu”Independensi”(pemutusan hubungan / berlepas diri).

Al-Wala’ (loyalitas) bagi seorang muslim hanya berhak diarahkan kepada Alloh, Rosul-Nya dan orang yang beriman yang menegakkan Sholat, mengeluarkan Zakat serta ia tunduk patuh pada Alloh (QS 5:55).

Sementara Al-Barro bagi seorang muslim wajib diarahkan kepada segala bentuk ilah selain Alloh dan kepada orang-orang kafir, musyrik dan munafiq (QS 60:4)

Haram hukumnya bagi seorang muslim mengarahkan wala’nya kepada non muslim dan musuh-musuh Alloh, tindakan seperti ini akan merusak aqidah dan cenderung membawa pelakunya kearah kemurtadan.

Adapun bentuk Muwallah (kerjasama) yang haram dilakukan seorang muslim terhadap non muslim diantaranya[9] [10]:

1. Mengangkat orang-orang kafir-musrik dan munafik sebagai pemimpin (QS 9:23, 5:51, 5:57)

2. Memberikan ketaatan, bantuan, pertolongan dan ikatan penuh (seumur hidup) dengan orang-orang kafir (QS 59:11). Termasuk kedalam Wala’ jenis ini ialah tindakan politisi yang mendukung, mengangkat dan membela orang kafir, musyrik dan munafik, baik sebagai individu, kelompok atau partai. Juga termasuk dalam kategori ini, tindakan orang-orang yang menjadi anggota atau simpatisan yang mendukung dan setuju pada suatu partai, organisasi atau lembaga sesat yang tegak diatas landasan selain Islam.

3. Menyampaikan rahasia orang-orang mu’min kepada orang-orang kafir (QS 60:1)

4. Cinta dan berkasih sayang terhadap Orang Kafir (QS 58:22), artinya lebih memprioritaskan kepentingan pihak musuh Alloh dari pada kepentingan kaum Mu’min.

5. Duduk semajelis dengan orang kafir dan munafiq dengan kerelaan, dan mendengarkan percakapannya yang memperolok Al-Qur’an, serta berada tetap dalam Majelis tersebut tanpa membantah atau menampakkan kemurkaan, atau keluar dari Majelis tersebut (QS 4:140)


6. Ketaatan kepada orang kafir baik secara individu maupun organisasinya(QS 33:48, 68:8-15, 18:28, 26:151-152)

7. Tasyabbuh, meniru atau menyerupai orang kafir dalam bidang aqidah dan ibadah (QS Al-Kaafiruun). Sabda Rosululloh SAW:”Barang siapa yang meniru suatu kaum, maka ia adalah bagian dari kaum itu” (HR Ahmad, Abu Daud dan Thobroni).

8. Menjadikan orang-orang kafir sebagai teman setia (QS 3:118)

9. Berhukum memakai hukum dan undang-undang Orang-orang kafir yang tidak merupakan hukum Alloh (QS 4:51, 2:101-102)

Oo--

Wallahu A'lam bish shawab, wassalam.




(wakariem)
Almaghfirah, 25 Januari 2017.



_____________________________
1. FATHUL MAJID (hlm. 52)
2. Meluruskan Tauhid (hlm. 53)
3. Fathul Majid (hlm. 53)
4,5,6, Meluruskan Tauhid (hlm. 53)
7. Tafsir Ibnu Katsir (hlm. 24)
8. Kitabu Qaulu Sadied (hlm. 37)
9. Al-Wala Wal Bara Fil Islam ,
10- Majalah Al-Muslimun
Share:

Minggu, 22 Januari 2017

Waktu Mustajab Berdo'a

TANYA:

Apa dan kapan waktu Mustajab untuk berdo’a? 

JAWAB:

Waktu Mustajab berdo’a, adalah waktu-waktu yang sangat dianjurkan untuk berdo’a, karena bersesuaian dengan janji Allah, bahwa pada waktu-waktu itu Allah SWT sangat mencintai orang yang berdo’a, dan berjanji akan meng ijabah / mengabulkan do’a hamba-hambaNya.

Adapun waktu mustajabah untuk berdoa diantaranya:

1. Saat Sujud dalam shalat

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

Masa terdekat seorang hamba dengan Rabbnya adalah pada saat dia sujud. Maka perbanyaklah doa (H.R Muslim)

وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ

Adapun pada saat sujud, bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, karena di masa itu sangat layak dikabulkan (H.R Muslim)

2. Setelah baca do’a tasyahud, sebelum salam ketika Shalat (terutama shalat wajib)

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الدُّعَاءِ أَسْمَعُ قَالَ جَوْفَ اللَّيْلِ الْآخِرِ وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ

Dari Abu Umamah –semoga Allah meridhainya- ia berkata: dikatakan kepada beliau: Wahai Rasulullah shollallahu alaihi wasallam, doa apakah yang paling didengar? Nabi bersabda: setelah melewati tengah malam dan di akhir sholat-sholat wajib (H.R atTirmidzi)

3. Di sepertiga malam terakhir (waktu sahur)

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

Allah Tuhan kita turun setiap malam ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam yang terakhir dan berfirman: Barangsiapa yang berdoa kepadaKu Aku akan kabulkan. Barangsiapa yang meminta kepadaKu Aku akan beri. Barangsiapa yang meminta ampunan (beristighfar) kepadaKu Aku akan ampuni (H.R alBukhari dan Muslim)

4. Saat turun hujan 

ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاء عِنْدَ النِّدَاءِ، وَتَحْتَ الْمَطَرِ

Ada 2 doa yang tidak tertolak: pada saat adzan dan saat turun hujan (H.R al-Hakim dan al-Baihaqiy)

5. Saat Bepergian

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

Ada 3 doa yang mustajabah tidak diragukan lagi: doa orangtua, doa musafir, dan doa orang yang terdzhalimi (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ibnu Majah)

6. Antara adzan dan iqomat

الدَّعْوَةُ لَا تُرَدُّ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ فَادْعُوا

Doa tidaklah ditolak antara adzan dan iqomat, maka berdoalah kalian (H.R Ahmad dari Anas bin Malik, dishahihkan Ibnu Khuzaimah).

7. Waktu antara Ashar dan maghrib di hari jum’at

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ فِيهِ سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا

Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- bahwasanya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam menyebutkan hari Jumat kemudian beliau bersabda: di dalamnya terdapat suatu waktu, yang tidaklah seorang muslim bertepatan dengan berdoa sholat berdiri meminta kepada Allah kecuali Allah akan memberikan kepadanya. Nabi mengisyaratkan dengan tangan beliau menunjukkan sedikitnya waktu itu (H.R al-Bukhari dan Muslim)

8. Saat lailatur Qadr (QS Al-Qadr)

9. Saat terbangun dari tidur

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَبِيتُ عَلَى ذِكْرٍ طَاهِرًا فَيَتَعَارُّ مِنَ اللَّيْلِ فَيَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا مِنَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ

Tidaklah seorang muslim menginap dalam kondisi berdzikir, suci, kemudian terbangun di waktu malam, meminta kepada Allah kebaikan dunia dan akhirat, kecuali Allah akan memberikan kepadanya (H.R Abu Dawud, anNasaai, Ibnu Majah, Ahmad)

10. Saat Berbuka puasa

عَنِ بْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ عَبْدِ الله بْنِ عَمْروٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم : إِنَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ لَدَعْوَة مَا تُرَدُّ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ الله يَقُولُ عِنْدَ فِطْرِهِ : اللهمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ أَنْ تَغْفِرَ لِي

Dari Ibnu Abi Mulaikah dari Abdullah bin Amr beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa ketika berbukanya terdapat doa yang tidak tertolak. (Ibnu Abi Mulaikah) berkata: Saya mendengar Abdullah (bin Amr) ketika berbuka membaca doa: Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu dengan rahmatMu yang meliputi segala sesuatu untuk mengampuni dosaku (H.R Ibnu Majah no 1743, dinyatakan oleh al-Bushiry bahwa sanadnya shahih dan perawi-perawinya terpercaya).

11. Pada hari Arafah (saat jamah haji wuquf di Arafah)

خير الدعاء دعاء يوم عرفة

“Doa yang terbaik adalah doa ketika hari Arafah” (HR. At Tirmidzi, 3585)

12. Saat berkecamuk perang

ثنتان لا تردان أو قلما تردان الدعاء عند النداء وعند البأس حين يلحم بعضهم بعضا

“Doa tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu ketika adzan berkumandang dan saat perang berkecamuk, ketika kedua kubu saling menyerang” (HR. Abu Daud, 2540)

13. Ketika Dizalimi

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

Ada 3 doa yang mustajabah tidak diragukan lagi: doa orangtua, doa musafir, dan doa orang yang terdzhalimi (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ibnu Majah)

14. Pada hari rabu antara waktu shalat Dzuhur dan Ashar

Ini diceritakan oleh Jabir bin Abdillah Radhiallahu’anhu:

أن النبي صلى الله عليه وسلم دعا في مسجد الفتح ثلاثا يوم الاثنين، ويوم الثلاثاء، ويوم الأربعاء، فاستُجيب له يوم الأربعاء بين الصلاتين فعُرِفَ البِشْرُ في وجهه
قال جابر: فلم ينزل بي أمر مهمٌّ غليظ إِلاّ توخَّيْتُ تلك الساعة فأدعو فيها فأعرف الإجابة

“Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam berdoa di Masjid Al Fath 3 kali, yaitu hari Senin, Selasa dan Rabu. Pada hari Rabu lah doanya dikabulkan, yaitu diantara dua shalat. Ini diketahui dari kegembiraan di wajah beliau. Berkata Jabir : ‘Tidaklah suatu perkara penting yang berat pada saya kecuali saya memilih waktu ini untuk berdoa,dan saya mendapati dikabulkannya doa saya‘”

Dalam riwayat lain:

فاستجيب له يوم الأربعاء بين الصلاتين الظهر والعصر



“Pada hari Rabu lah doanya dikabulkan, yaitu di antara shalat Zhuhur dan Ashar” (HR. Ahmad, no. 14603, Al Haitsami dalam Majma Az Zawaid, 4/15)******

Oo-


Wallahu A'lam bish shawab, wassalam.




(waiman)
Almaghfirah, 22 Januari 2017.
Share: